Ekonom Sebut Jumlah yang Harus Apple Keluarkan Jika Ingin Investasi di Indonesia

1 month ago 25

SELULAR.ID – Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI, Teuku Riefky ungkap berapa jumlah uang yang harus Apple keluarkan untuk berinvestasi di Indonesia.

Menurut Teuku Riefky, jika menjadi pemerintah tentu saja menginginkan Apple investasi sebanyak-banyaknya di Indonesia.

“Tetapi perlu kita lihat jika Apple ini adalah perusahaan bisnis dan bukan organisasi politik. Maka jika mereka investasi maka mereka akan berhitung keuntungan yang mereka dapat,” ujar Riefky dalam acara diskusi Selular Business Forum (SBF), Kamis (5/12/2024).

Hal tersebut, sambung Riefky, yang membuat Apple akhirnya lebih memilih Vietnam daripada Indonesia.

Seperti kita ketahui, sebelumnya Apple hanya menggelontorkan Rp 158 miliar di Indonesia dengan wujud pembentukan akademi.

Baca juga: iPhone 16 Segera Masuk ke Indonesia, Apple Lakukan Hal Ini

Sementara untuk Vietnam, Apple mengucurkan Rp 256,22 triliun dengan 200 ribu lapangan pekerjaan.

Rifky menjelaskan jika ada sejumlah hambatan jika ingin berinvestasi di Indonesia seperti sektor ketenagakerjaan, inovasi, pembiayaan, kepastian hingga tingkat korupsi.

Ekonom UI itu menyebut jika dibandingkan Vietnam, prosedur administrasi untuk memulai usaha di Indonesia ternyata lebih panjang dan lebih ribet.

“Menurut World Bank, ada 11 dokumen untuk memulai usaha di Indonesia sedangkan di Vietnam hanya 8. Bahkan jumlah dokumen perpajakan di Indonesia ada 26 sedangkan Vietnam hanya 6. Belum lagi durasi untuk melengkapi dokumen ekspor impor di Indonesia bisa berhari-hari, sedangkan di Vietnam hanya hitungan jam,” ungkap Rifky. “Itu baru dengan Vietnam, dan Indonesia masih jauh lagi tertinggal dari negara-negara lain seperti China, Arab Saudi bahkan Singapura,” lanjutnya.

Hal tersebut yang membuat Apple akan berpikir dua kali untuk memasukan uangnya untuk berinvestasi di Indonesia.

“Mungkin 20 tahun lalu, kualitas SDM (sumber daya manusia) Indonesia lebih unggul dari Vietnam, tetapi kini dan beberapa tahun kedepan akan terbalik,” jelasnya.

Doyan TKDN, Kualitas Tak Sesuai

Riefky juga menyoroti sejumlah cara selain kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk menumbuhkan investasi di Indonesia.

Pasalnya, selama ini, Indonesia sangat doyan untuk menerapkan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sudah negara lain tinggalkan.

Menumbuhkan industri manufaktur dalam negeri melalui kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tidak selalu menjadi cara terbaik menaik investasi.

Dalam kasus Apple Inc, pemerintah Indonesia diminta mempelajari banyaknya contoh sukses negara-negara tetangga.

Teuku Riefky justru menilai dengan menerapkan TKDN, Indonesia tertinggal dalam hal daya saing.

TKDN selama ini menjadi salah satu instrumen yang digunakan banyak negara untuk meningkatkan keterlibatan komponen lokal dalam produksi domestik.

Padahal Riefky justru menekankan agar Indonesia tidak hanya bergantung pada hal tersebut untuk meningkatkan nilai investasi ke dalam negeri.

Baca juga: TKDN yang Hambat iPhone 16 Masuk Indonesia Ternyata Telah Ditinggal Negara Maju

Dia mengatakan, dibandingkan dengan negara BRICS, misalnya, Indonesia termasuk yang paling tinggi kebijakan TKDN-nya.

Selain itu, di antara negara berkembang yang sedang dalam proses menjadi negara maju, seperti India, Vietnam, Malaysia, Indonesia justru makin mengintensifkan kebijakan TKDN.

“Jadi mungkin kalau kita pakai teori perdagangan internasional ini kan TKDN itu adalah untuk kita mau meningkatkan komponen dalam negeri untuk produk yang dijual di domestik,” ungkap Teuku dalam Selular Forum Business di Jakarta, Kamis (5/12/2024).

“Tapi ada sebuah aspek di sini yang mungkin saya perlu angkat adalah bahwa kebijakan ini sifatnya itu general distortif. Artinya ada quote-unquote dipaksakan untuk kemudian barang impor itu harus mengintegrasikan sekian persen komponen domestiknya. Artinya ada market mechanism yang di-bypass,” terangnya.

Dirinya bahkan membandingkan iPhone yang dijual di Vietnam, Singapore, Malaysia, hingga Taiwan, yang justru kian menaikkan tingkat komponennya.

Menurutnya hal tersebut terjadi bukan karena adanya permintaan pemenuhan TKDN.

“Tapi memang karena komponen mereka itu memiliki daya saing. Sehingga bisa meningkat. Nah itu [baru] market mechanism,” jelasnya.

“Nah Indonesia mau seperti itu tapi by force, bukan by market mechanism. Jadi memang di sini kesannya adalah Kita mau produk kita dipakai, tapi sebetulnya kalau ada paksaan tersebut nggak ada yang mau pakai. Salah satunya iPhone.”

Baca juga: Wajib Tahu! Aturan TKDN Vendor Perangkat Seluler: Apple Harus Patuh

Adapun alasan lain banyaknya negara meninggalkan TKDN, kata Teuku, karena kebijakan tersebut hanya untuk menutupi kekurangan daya saing yang dimiliki oleh produk domestik.

“Mereka nggak bisa trace dan track, apakah produk mereka itu makin memiliki daya saing atau nggak,” tuturnya.

Ikuti informasi menarik lainnya dari Selular.id di Google News

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online