Kontroversi Usulan Kebijakan Vasektomi Dedi Mulyadi

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan publik lantaran menyampaikan rencana kontroversial dalam rapat koordinasi di Balai Kota Depok, 29 April 2025. Mantan Bupati Purwakarta ini mengusulkan agar vasektomi atau program Keluarga Berencana (KB) pria dijadikan syarat bagi masyarakat prasejahtera untuk menerima bantuan sosial (bansos).

Usulan ini langsung menuai kritik dari berbagai kalangan karena dinilai melanggar hak asasi dan berpotensi diskriminatif terhadap warga miskin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dedi menyebut tujuan kebijakan ini adalah untuk menekan angka kelahiran dan menurunkan kemiskinan. Ia menyampaikan bahwa banyak permintaan bantuan kelahiran yang nilainya tinggi, terutama untuk anak keempat atau kelima, sering berasal dari keluarga miskin. Karena itu, Dedi mengusulkan pemberian insentif sebesar Rp 500 ribu bagi warga yang bersedia melakukan vasektomi, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keluarga.

“Nah, kalau orang tidak punya kemampuan untuk membiayai kelahiran, membiayai kehamilan, membiayai pendidikan, ya jangan dulu ingin menjadi orang tua dong,” ujarnya. Dedi juga ingin agar data penerima bansos terintegrasi dengan data kependudukan dan kepesertaan KB, terutama KB pria, agar pemberian bantuan pemerintah tidak terus menumpuk pada keluarga yang sama.

Tanggapan Berbagai Pihak

Kebijakan ini mendapat penolakan keras dari sejumlah tokoh dan lembaga. Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja menilai wacana tersebut bersifat diskriminatif terhadap kelompok masyarakat miskin. Ia menegaskan bahwa KB, termasuk vasektomi, seharusnya tidak dijadikan syarat untuk menerima bantuan. “Yang berbahaya itu saat KB entah itu untuk perempuan atau laki-laki disyaratkan pada penerima bansos. Itu sudah diskriminatif,” kata Elisa, pada Kamis, 1 Mei 2025.

Elisa menyebut bahwa angka kelahiran di Indonesia sudah menurun drastis dalam 50 tahun terakhir, dari 5,61 menjadi sekitar 2,18. Karena itu, menurut dua, pendekatan yang lebih efektif untuk menekan kemiskinan adalah dengan membuka akses pendidikan, terutama bagi perempuan.

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar juga menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak boleh membuat aturan sendiri dalam penyaluran bansos. “Aturan enggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” tegasnya di Jakarta, 3 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyatakan bahwa mempersyaratkan vasektomi untuk mendapatkan bansos adalah bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, karena menyangkut hak atas tubuh sendiri. “Apalagi itu dipertukarkan dengan bantuan sosial. Itu otoritas tubuh ya,” ucap Atnike pada Jumat, 2 Mei 2025.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyatakan bahwa vasektomi haram karena dianggap sebagai pemandulan. Namun, menurut Ketua MUI Jabar KH Rahmat Syafei, vasektomi diperbolehkan jika untuk alasan kesehatan dan tidak menyebabkan kemandulan permanen.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul pun menyatakan bahwa wacana Dedi masih perlu dikaji lebih dalam karena bansos sejatinya merupakan bagian dari jaminan sosial, bukan alat untuk memaksa kebijakan kependudukan.

“Kalau itu ditambahkan dengan syarat-syarat di luar rancangan program, harus kita diskusikan. Apalagi kalau kita mengambil keputusan dengan harus mempertimbangkan nilai-nilai agama, nilai-nilai HAM, dan pertimbangan lain," ujar Gus Ipul, 4 Mei 2025.

Sri Dwi Aprilia dan Sapto Yunus turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online