Persepsi Efikasi dan Norma Kelompok Menentukan Partisipasi Cegah Karhutla

6 hours ago 3

loading...

Trisia Megawati Kusuma Dewi saat Sidang Terbuka Program Doktor Ilmu Lingkungan, Departemen Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan UI, Sabtu (22/11/2025). Foto/Dok. SindoNews

DEPOK - Keberhasilan pencegahan kebakaran hutan dan lahan ( karhutla ) tidak ditentukan oleh besarnya rasa takut yang dibangun melalui kampanye. Ada dua faktor kunci mencegah karhutla yakni persepsi efikasi masyarakat (petani) dan kekuatan norma kelompok.

Melalui pendekatan mixed methods dan eksperimen pesan komunikasi lingkungan pada petani Desa Makmur Peduli Alam (DMPA), penelitian menunjukkan bahwa partisipasi petani dalam pencegahan karhutla lebih dipengaruhi oleh keyakinan seberapa efektif dan dapat dilakukan tindakan pencegahan karhutla dan norma kelompok ketimbang rasa ancaman.

Temuan ini dipaparkan Trisia Megawati Kusuma Dewi dalam Sidang Terbuka Program Doktor Ilmu Lingkungan, Departemen Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia (UI) , Sabtu (22/11/2025). Sidang dipimpin Prof Nowo Martono dengan tim promotor terdiri dari Herdis Herdiansyah, Tri Edhi Budhi Soesilo, dan Prof Antar Venus. Bertindak sebagai penguji antara lain Prof Donna Asteria, Agus Justianto, Soewarso, I Mahawan Karuniasa, dan serta Prof Dwisuryo Indroyono Soesilo. Baca juga: Luas Karhutla di Riau dan Aceh Capai Ribuan Hektare

Trisia berhasil mempertahankan disertasi berjudul Model Komunikasi Lingkungan dalam Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di Desa Sri Gading, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan) dan lulus dengan predikat Summa Cum Laude dengan IPK 3,98.

Dalam penjelasannya, Trisia menyebut pengendalian karhutla menjadi faktor penentu keberhasilan Indonesia mencapai target FOLU Net Sink 2030. Data yang ia himpun menunjukkan 99% kebakaran hutan dipicu aktivitas manusia. ”Sementara 69% masyarakat masih memakai teknik tebas bakar, sehingga mendorong peningkatan emisi gas rumah kaca,” katanya dalam sidang.

Melalui pemetaan menggunakan Interpretive Structural Modeling (ISM), Trisia menemukan bahwa di tingkat nasional aktor kunci pencegahan karhutla adalah pemerintah pusat, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan. Kendala utama adalah kordinasi yang belum maksimal antara berbagai lembaga yang terlibat di tingkat tapak untuk program pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Di tingkat tapak, aktor kunci adalah Manggala Agni, dengan hambatan terbesar kurangnya komunikasi dan kordinasi antar stakeholder dalam memberdayakan masyarakat.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online