Soal Revisi UU TNI, Istana Klaim Pasal yang Dicurigai Organisasi Masyarakat Sipil Tidak Terbukti

7 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengklaim pasal yang dicurigai organisasi masyarakat sipil dalam proses pembahasan revisi UU TNI tidak terbukti. "Apa yang disangkakan teman-teman NGO (Non Governmental Organization) tidak ada. Pasal yang dicurigai tidak ada. Ayat yang dicurigai tidak ada. Terbukti tidak ada," kata dia dalam kegiatan buka bersama wartawan di Jakarta, Senin, 17 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diketahui koalisi masyarakat sipil sebelumnya menginterupsi rapat tertutup DPR membahas revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu, 15 Maret 2025. Koalisi curiga pasal bahaya diloloskan dalam pembahasan tertutup itu.

Hasan mengatakan, pasal itu berkaitan dengan penambahan pos jabatan sipil untuk prajurit aktif. Menurut Hasan, penambahan pasal berdasarkan pengalaman, kemampuan, dan ruang kerja prajurit TNI. Apalagi, kata Hasan, sebetulnya sudah ada prajurit yang menempati jabatan yang ditambahkan itu.

"Sebelumnya sudah ada. Misal ada Jampidmil (Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer). Lalu ada Kejagung. Itu sesuai pengalaman mereka," kata dia. 

Ketua Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya mengatakan RUU TNI jelas berbahaya jika tidak melibatkan partisipasi publik. Proses yang serba cepat dianggap bisa melewatkan begitu saja aspirasi dari koalisi sipil.

“Ada kekhawatiran pasal yang dikritisi dimunculkan kembali di RUU yang akan disahkan,” kata Dimas Bagus melalui pesan suara kepada Tempo pada 16 Maret 2025.

Kontras, bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, menilai paling tidak ada dua pasal berbahaya dalam RUU TNI yang diajukan saat ini. Pertama pasal 7 ayat 2 yang mengatur kewenangan dalam operasi militer selain perang. Fungsi pengawasan dan perbantuan TNI ditambah dalam ruang siber, narkotika, hingga perlindungan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.

Dimas juga menyoroti pasal 47 ayat 2 yang dianggap bermasalah. Dalam UU sebelumnya regulasi ini mengatur batas tugas TNI di lembaga-lembaga sipil. Cakupan jabatan sipil yang dapat ditempati prajurit ada kemungkinan diperluas, seperti tercantum dalam Pasal 47 Daftar Inventarisasi Masalah undang-undang tersebut.

Dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang TNI disebutkan bahwa prajurit aktif hanya dapat mengisi jabatan sipil di sepuluh kementerian/lembaga, yaitu di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, dan Sekretaris Militer Presiden. Dalam aturan tersebut, personel aktif TNI dimungkinkan mengisi jabatan di Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.

Belakangan, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad mengatakan terdapat tiga pasal yang diubah dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Ketiga pasal itu adalah Pasal 3, 47, dan 53. Sejak awal, ketiga pasal tersebut yang diusulkan oleh DPR dan eksekutif masuk dalam revisi UU TNI.

"Secara prinsip, revisi ini penguatan dan menjalankan ketentuan di undang-undang instansi lain," kata Dasco di komplek Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025.

Dalam revisi kali ini, DPR menambahkan ayat (2) di Pasal 3 UU TNI. Bunyi Pasal 3 ayat (2) tersebut adalah "Kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan".

Selanjutnya Pasal 47, DPR menambahkan sejumlah pos jabatan di kementerian atau lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit TNI. Sebelumnya Pasal 47 hanya mengatur 10 kementerian atau lembaga yang bisa diduduki oleh prajurit TNI.

Dalam revisi Pasal 47 ayat (1) jabatan sipil untuk tentara aktif bertambah. Disebutkan di pasal itu bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden.

Lalu di bidang intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, pengelola perbatasan, kelautan dan perikanan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan, serta Mahkamah Agung.

Sedangkan dalam Pasal 53 tentang usia pensiun tentara, DPR mengubah ketentuan sejumlah ayat di dalamnya. Ayat (1) mengatur prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai dengan batas usia pensiun. Lalu ayat (2) mengatur batas usia pensiun prajurit, yaitu maksimal untuk golongan tantama dan bintara adalah 55 tahun; perwira sampai pangkat kolonel maksimal 58 tahun; perwira tinggi bintang 1 maksimal 60 tahun; perwira tinggi bintang 2 maksimal 61 tahun; dan perwira tinggi bintang 3 maksimal 62 tahun.

Daniel A. Fajri dan Andi Adam Fathurrahman berkonstribusi dalam tulisan ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online