Survei World: 1 dari 4 Orang Pernah Godain AI

1 month ago 39

Selular.id – Meskipun Hari Valentine telah berlalu, semangat cinta tidak pernah pudar.

Di balik keindahan itu, penipuan cinta di internet masih menjadi masalah yang serius di Indonesia.

Banyak orang yang terjebak dalam skema ini, dan sayangnya, tren ini diperkirakan akan terus meningkat dalam setahun ke depan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia mengungkapkan modus penipuan digital selama tiga bulan terakhir, yang menyebabkan kerugian bagi korban sebesar Rp 700 miliar.

Hal ini terungkap dari lebih dari 42.000 pengaduan melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC).

Salah satu penipuan yang terjadi adalah Love Scam, di mana para penipu menggunakan identitas palsu atau teknologi deepfake.

Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan dari tren ini adalah bagaimana AI dapat mengaburkan batas antara interaksi manusia dan digital.

Baca juga: Gabungkan Teknologi AI dan AR, Lipstick Virtual Try-On Bantu Kamu Cobain Lip Combo Ideal

Dengan chatbot yang didorong oleh AI menjadi lebih canggih dan mampu meniru koneksi emosional, penipu menemukan cara baru untuk mengeksploitasi teknologi ini.

Dari persona yang dihasilkan oleh deepfake hingga percakapan yang dibantu AI yang membangun kepercayaan seiring waktu, modus yang terus berkembang ini membuat semakin sulit bagi korban untuk membedakan antara cinta yang tulus dan penipuan.

Dalam riset global baru yang dilakukan oleh World menunjukkan bahwa lebih dari satu dari empat responden mengakui telah menggoda chatbot yang didorong oleh AI.

Survei ini menunjukkan pengaruh AI yang semakin meningkat dalam hubungan sosial dan evolusi global, termasuk di Indonesia, dari pendampingan digital.

Survei ini diambil oleh lebih dari 90.000 orang di seluruh World Network di sembilan negara.

Ini juga merupakan survei online terbesar yang hanya melibatkan manusia yang pernah dilakukan dan hasilnya mengungkapkan:

  • Menggoda chatbot: Lebih dari seperempat responden (26%) mengaku menggoda chatbot atau AI, baik untuk bersenang-senang atau tanpa disadari.
  • Keinginan untuk verifikasi manusia: Sebagian besar 90% responden menunjukkan bahwa mereka lebih suka aplikasi kencan menyertakan sistem verifikasi untuk memastikan bahwa pengguna adalah manusia nyata.
  • Kecurigaan terhadap fake match: 60% partisipan telah mencurigai atau menemukan bahwa seseorang yang mereka cocokkan adalah bot atau AI.
  • Kekhawatiran tentang bot dan profil palsu: 61% responden mengatakan mereka khawatir akan menemui bot atau profil palsu di aplikasi kencan.
  • Kurangnya kepercayaan dalam verifikasi pengguna: Dua pertiga responden (66%) percaya bahwa aplikasi kencan tidak mengambil langkah-langkah yang memadai untuk memverifikasi manusia yang nyata.
Baca juga: Hindari Risiko, 81% Pemimpin Bisnis Dorong Pengelolaan AI Lebih Terarah

Interaksi phishing dan bot: 21% responden mengatakan mereka telah mengalami upaya phishing, 10% mengatakan mereka telah berinteraksi dengan bot, dan 15% mengatakan mereka telah menemui baik phishing maupun bot.

Menurut temuan tersebut, orang-orang semakin nyaman dan bergantung pada teknologi komunikasi berbasis AI, melampaui layanan pelanggan konvensional dan pertukaran fungsional untuk terlibat pada tingkat yang lebih dalam.

Orang Indonesia juga mengadopsi koneksi digital ini seiring dengan perkembangan teknologi AI, dengan chatbot yang semakin emosional dan interaktif.

Aplikasi dan situs kencan online digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Namun, penipuan kencan online semakin umum selain kisah-kisah sukses dalam dunia percintaan online.

Hingga saat ini, lebih dari 10 juta orang di dunia telah memverifikasi kemanusiaan mereka dengan World ID, ‘Proof of human’ digital dari World untuk internet, dan lebih dari 20 juta telah mengunduh aplikasi World di seluruh dunia.

Aplikasi dari teknologi tersebut tidak terbatas, memungkinkan segala hal mulai dari jejaring sosial dan aplikasi kencan tanpa bot hingga sistem pemungutan suara dan pemilihan online yang lebih transparan, di mana manusia nyata adalah norma.

“Dengan AI yang semakin maju, semakin sulit untuk membedakan apakah video atau foto itu asli, yang telah terbukti bermasalah ketika pria berusaha mendekati seorang wanita ataupun sebaliknya,” kata Wafa Taftazani, General Manager Indonesia di Tools for Humanity.

“Kami percaya bahwa Proof of Human sangat penting: memastikan bahwa ada orang asli di ujung sana sangat penting untuk mencegah penipuan dan melindungi kesejahteraan mental kita,” sambungnya.

Simak berita menarik lainnya dari Selular.id di Google News

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online