TEMPO.CO, Jakarta - Windu Wijaya membeberkan alasan dirinya mengajukan uji materi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2024 tentang Kantor Komunikasi Presiden atau President Communication Officer (PCO) ke Mahkamah Agung. Ia adalah seorang advokat dari kantor hukum Windu Wijaya & Associates.
Windu mengatakan permohonan ini didasarkan pada pertimbangan yuridis dan tata kelola pemerintahan, khususnya terkait keabsahan struktur kelembagaan negara ketika terjadi ketidaksesuaian antara “tugas” dan “fungsi” institusi pemerintahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam permohonan uji materi saya meminta kepada Mahkamah Agung untuk menyatakan Perpres itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan menyatakan lembaga kantor komunikasi kepresidenan tidak sah menjalankan tugas dan fungsi,” kata Windu kepada Tempo, Senin, 21 April 2025.
Menurut Windu, perpres itu secara eksplisit mengalihkan fungsi komunikasi politik dari Kantor Staf Presiden ke Kantor Komunikasi Kepresidenan. Namun, Pasal 2 Perpres Nomor 83 Tahun 2019 yang menetapkan tugas komunikasi politik masih melekat pada KSP, tidak dicabut ataupun disesuaikan.
“Hal ini menimbulkan ketimpangan normatif: KSP tetap memiliki tugas komunikasi politik, namun tidak lagi memiliki fungsi untuk melaksanakannya,” ujar Windu.
Akibatnya, kata Windu, terjadi kekosongan efektivitas norma, kebingungan administratif, serta potensi tumpang tindih dan dualisme kewenangan antar lembaga. Lebih substansial lagi, Perpres Nomor 82 Tahun 2024 menempatkan posisi juru bicara presiden dalam struktur koordinasi Kepala Kantor Kepresidenan.
“Ini menimbulkan persoalan konstitusional karena peran juru bicara adalah manifestasi kehendak politik Presiden, dan seharusnya berada langsung di bawah kendali penuh Presiden, bukan dalam subordinasi kelembagaan lain,” ucap Windu.
Windu Wijaya mendaftarkan permohonan uji materiil atau judicial review terhadap Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2024 tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan ke Mahkamah Agung pada 17 April 2025. Ia mengajukan terhadap empat pasal dalam beleid Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO).
"Objek hak uji materiil, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 52," tulis salinan tersebut, dikutip Tempo, Senin.
Adapun isi pasal-pasal yang digugat, antara lain Pasal 3 yang berisi Kantor Komunikasi Kepresidenan mempunyai tugas menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dalam melaksanakan komunikasi dan informasi kebijakan strategis dan program prioritas Presiden.
Kemudian, Pasal 4 yang menyebutkan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Kantor Komunikasi Kepresidenan menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan analisis isu dan informasi aktual, strategis, dan politik terhadap kebijakan strategis dan program prioritas Presiden; b. pelaksanaan pengelolaan materi dan strategi komunikasi atas isu dan informasi aktual, strategis, dan politik terhadap kebijakan strategis dan program prioritas Presiden; c. pelaksanaan diseminasi informasi dan media komunikasi kebijakan strategis dan program prioritas Presiden; d. pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi informasi strategis dan evaluasi komunikasi antar kementerian/lembaga terhadap kebijakan strategis dan program prioritas Presiden; e. pelaksanaan administrasi Kantor Komunikasi Kepresidenan; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Kemudian Pasal 49 yang berisi pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, pelaksanaan fungsi di bidang pengelolaan strategi komunikasi di lingkungan lembaga kepresidenan, serta pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi yang dilaksanakan oleh Kantor Staf Presiden sebagaimana diatur dalam peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2019 tentang Kantor Staf Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol9 Nomor 2441, dialihkan menjadi tugas dan fungsi Kantor Komunikasi Kepresidenan.