Jakarta -
Dinamika kehidupan anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Meski terkesan ringan, masalah yang dialami anak bisa memicu kekhawatiran dan ketakutan yang berdampak pada masa depannya.
Sebelum mengenali masalah pada anak, Bunda sebaiknya memahami dulu hal yang paling dikhawatirkannya. Sering kali orang tua tidak menyadari hal tersebut sampai perilaku anaknya berubah.
"Ketika seorang anak mengalami kekhawatiran yang tak kunjung hilang, orang tua akan merasa kewalahan dan kehilangan arah. Mereka sangat ingin memperbaiki keadaan, tetapi tidak tahu caranya. Langkah pertama adalah memahami apa saja kekhawatiran itu," kata parenting coach serta psikoterapis anak dan keluarga, Ashley Graber dan Maria Evans, dilansir laman CNBC.
Berikut enam hal yang paling dikhawatirkan anak menurut pakar, yang perlu Bunda ketahui:
1. Dinamika sosial
Saat anak-anak mulai tumbuh dewasa dan mencari jati diri, mereka mulai peduli dengan apa yang dipikirkan teman-temannya. Mereka ingin diterima dan merasa disukai.
Ketika anak-anak berbeda dari teman sebayanya, entah karena penampilan, minat, latar belakang budaya, ras, atau aspek lain dari identitas, mereka mungkin khawatir atau menjadi sasaran perundungan atau ejekan.
2. Media sosial
Kemunculan media sosial dapat menambah kekhawatiran anak-anak tentang dinamika sosial dan berdampak negatif pada harga diri mereka. Anak-anak akan membandingkan kehidupan mereka dengan postingan teman-temannya atau orang asing di media sosial, Bunda.
"Ketika anak-anak menggunakan media sosial tanpa pengawasan, kecemasan akan meningkat. Mereka melihat kehidupan orang lain secara daring dan mungkin mulai merasa buruk tentang kehidupan mereka sendiri, yang membuat mereka merasa lebih khawatir," ujar Graber dan Evans.
3. Perubahan atau gangguan besar dalam hidup anak
Pindah ke rumah atau sekolah baru bisa jadi hal yang menyenangkan sekaligus menakutkan bagi anak-anak. Meskipun perubahan itu seharusnya menjadi hal yang baik, mereka mungkin merasa kehilangan sesuatu sebelum mereka dapat melihat manfaatnya.
Contoh lainnya seperti sebelum anak dapat menikmati kehadiran saudara kandung baru. Mereka mungkin merasa sedih karena tidak lagi menjadi anak tunggal.
4. Jadwal yang padat
Anak-anak yang memiliki jadwal padat mungkin akan merasa khawatir dengan hidupnya karena hanya memiliki sedikit waktu untuk bersantai. Nah, bila anak-anak tidak memiliki waktu yang tidak terstruktur untuk mengisi ulang energi, mereka juga bisa berisiko mengalami stres kronis.
"Pastikan untuk memberi anak-anak banyak waktu untuk bermain. Itulah cara mereka belajar, mengolah emosi, dan memahami apa yang terjadi di sekitar mereka," ungkap Graber dan Evans.
5. Hal yang tidak konsisten
Hal-hal tidak harus selalu sama, tetapi perubahan mendadak atau tidak konsisten dalam jadwal harian anak akan membuat mereka merasa gelisah dan khawatir. Misalnya, teman baik anak tiba-tiba tidak datang padahal sudah membuat janji dari jauh hari.
Perlu dipahami, ketika seorang anak menerima sinyal yang saling bertentangan dari setiap orang dewasa, atau ketika aturan dan harapannya berubah dari hari ke hari, maka anak-anak dapat mengalami rasa tidak nyaman.
6. Trauma
Trauma dapat membuat anak merasa hancur, takut, atau terluka, sehingga sulit bagi mereka untuk tenang. Perasaan tersebut pada akhirnya dapat memicu respons stres tubuh mereka.
Trauma juga membuat anak sangat waspada dan tidak dapat bersantai. Pada satu titik, mereka akan terus-menerus khawatir tentang keselamatan mereka sendiri. Contoh trauma yang bisa bikin anak khawatir, seperti digigit anjing, mengalami kecelakaan mobil, atau melihat seseorang terluka.
Cara membantu anak mengatasi kekhawatirannya
Ada banyak strategi untuk mengatasi emosi yang kuat atau rasa khawatir pada anak. Berikut beberapa caranya:
1. Ajarkan anak untuk mengungkap emosi yang dirasakannya
Orang tua perlu mengajarkan anaknya mengelola emosi dengan menyebutkan apa yang mereka rasakan. Jelaskan bahwa kekhawatiran sering kali bersembunyi di kegelapan dan dapat memburuk. Bilang ke anak bahwa mengungkapkan emosi ini dengan lantang akan membantu mereka merasa lebih baik.
2. Ajarkan teknik pernapasan untuk mengelola emosi
Bunda dan Ayah juga bisa mengajarkan teknik pernapasan untuk mengelola emosi pada anak. Misalnya, biasakan untuk menarik tiga napas dalam-dalam sebelum tidur.
Dalam setiap tarikan napas, minta Si Kecil meletakkan tangannya di perut. Minta anak merasakan setiap tarikan napas melalui jari-jari tangannya. Lalu, hembuskan napas dan ulangi hal tersebut sampai tiga kali.
3. Ajarkan anak untuk mengucapkan frasa penegasan
Cara lain adalah mendorong anak untuk mengatakan kepada dirinya sendiri kalimat yang positif, terutama saat merasa khawatir atau sebelum terjadi kejadian besar. Contoh frasanya seperti, "Aku bisa melakukannya", "Saat ini rasanya seperti ini, tetapi aku tahu perasaan yang terburuk pun pasti akan berlalu" atau "Hanya karena aku membayangkan sesuatu yang buruk, bukan berarti itu akan terjadi."
Jika anak memiliki kecemasan yang tidak terkendali atau merasa dikuasai oleh emosi, Bunda bisa memintanya istirahat sebentar. Bunda dapat mengatakan, "Aku tahu kamu merasa khawatir. Aku punya ide yang mungkin bisa membantu. Saat kamu tiba di rumah, aku akan menyetel alarm dan kamu dapat memikirkan semuanya, berteriak di bantal, atau membicarakannya denganku sampai alarm berbunyi."
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/fir)