TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia tetap akan menyidangkan tiga anggota yang menjadi tersangka kasus penembakan bos rental mobil di pengadilan militer. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan keputusan itu sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Hariyanto mengatakan desakan publik agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana harus diadili di peradilan sipil atau umum tidak dapat dilaksanakan. “Karena mereka semua militer aktif," katanya melalui pesan pendek dikonfirmasi Tempo, dikutip pada Sabtu, 11 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan itu menyebutkan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili prajurit yang pada saat melakukan tindak pidana adalah militer aktif. "Dengan demikian, terhadap permasalahan tiga prajurit TNI tersebut akan diadili di Pengadilan Militer karena ketiga prajurit TNI tersebut tunduk pada justisiabel pengadilan militer," tutur Hariyanto.
Tiga anggota TNI AL terlibat kasus penembakan bos rental mobil, Ilyas Abdurrahman, di rest area jalan Tol KM 45 Merak-Tangerang pada Kamis, 2 Januari 2025. Ketiganya adalah Sersan Satu (Sertu) AA, Sertu RH, dan Kelasi Kepala (KLK) BA.
Panglima Komando Armada TNI AL Laksamana Madya Denih Hendrata mengatakan anggotanya berinisial AA terdesak melakukan penembakan karena mengklaim dikeroyok oleh beberapa orang di lokasi kejadian. Namun anak dari mendiang Ilyas Abdurrahman, Rizky Agam, mengatakan, tidak ada adegan pengeroyokan kepada para pelaku.
Organisasi sipil mendesak agar tiga anggota TNI AL tersangka penembakan bos rental diadili di pengadilan umum. Direktur Imparsial Ardi Manto Putra ragu Puspomal akan mengusut tuntas keterlibatan tiga anggotanya tersebut.
Kasus ini, menurut dia, menambah panjang catatan sistem peradilan militer tidak cakap dalam memproses kejahatan pidana umum yang dilakukan anggota TNI. "Untuk itu, kami selalu menyarankan prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum harus diproses melalui sistem peradilan umum," tutur Ardi, dikutip dari Koran Tempo Edisi Rabu, 8 Januari 2025.
Ia menilai, landasan hukum untuk menyeret anggota TNI yang melakukan tindak pidana ke peradilan umum cukup kuat. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII tentang Peran TNI dan Peran Polri menyatakan anggota TNI yang melakukan tindak pidana bisa diadili dengan peradilan umum.
Yang menjadi hambatan, menurut dia, adalah UU Peradilan Militer. Undang-undang yang dibuat sebelum era reformasi itu masih menetapkan anggota TNI yang terlibat pidana umum diproses melalui peradilan militer. Padahal, kata Ardi, revisi UU Peradilan Militer adalah mandat UU TNI.
"Kami menyarankan pemerintah segera membuat perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) ihwal revisi peradilan militer," kata Ardi.
Amelia Rahima Sari bekontribusi dalam penulisan artikel ini.