Alissa Wahid Minta Pemerintah Kaji Ulang PPN 12 Persen

3 days ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) Alissa Wahid meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang akan berlaku per 1 Januari 2025. Dia mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen perlu ditinjau secara holistik agar tak berdampak kontraproduktif bagi perekonomian bangsa, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah.  

"Rencana itu juga akan menyebabkan inflasi yang menambah kompleksitas masalah, yang akan berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Pada gilirannya, kebijakan ini akan melemahkan daya tahan bangsa," ujar Alissa melalui keterangan tertulis, pada Sabtu, 28 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putri presiden mantan presiden Gus Dur itu menuturkan, GNB berharap pemerintah memberikan teladan melalui efisiensi pengelolaan pendapatan dan belanja negara. Selain itu, ia berharap pemerintah memformulasikan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial, terlebih tantangan ekonomi makin kompleks. 

"Kami berpandangan bahwa konsekuensi hilangnya pendapatan sekitar Rp75 triliun akibat pembatalan rencana kenaikan PPN, bisa disikapi dengan mengembangkan kreativitas pemerintah dalam mencari penggantinya," ujar Alissa.

Alissa menyatakan, pemerintah juga perlu melakukan efisiensi pada setiap pos pengeluaran dengan sangat serius. Langkah penghematan dan efisiensi secara ketat, kata dia, harus dilakukan pemerintah untuk menunjukkan sense of crisis

"Kebijakan yang memperberat beban masyarakat dalam situasi ini dapat menimbulkan persepsi bahwa pemerintah kurang sensitif terhadap kebutuhan rakyat," kata Alissa. 

GNB juga mengajak pemerintah untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha dalam dialog terbuka. Dengan demikian, pemerintah dapat memperoleh perspektif yang lebih kaya dan menghindari resistensi sosial yang tak diinginkan. 

Alissa memahami bahwa pemerintah punya tanggung jawab untuk menjaga stabilitas keuangan negara. Namun, keputusan tersebut juga harus dilandasi dengan prinsip keadilan sosial dan pertimbangan yang matang atas kondisi sosial-ekonomi masyarakat. 

"Dengan mengevaluasi kembali kebijakan ini, kita dapat memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak hanya berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga keseimbangan penerimaan dan pengeluaran negara, tetapi juga untuk melindungi dan memperkuat ketahanan bangsa," kata Alissa.

Pemerintah sebelumnya menetapkan kenaikan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa kebijakan ini sesuai jadwal yang ditetapkan dalam UU HPP.

Rencana ini mendapat penolakan dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa. BEM SI menggelar aksi penolakan terhadap kebijakan PPN 12 persen ini pada Jumat, 27 Desember lalu.

Koordinator Pusat BEM SI Nusantara Satria Naufal mengatakan kebijakan ini akan memperdalam kesulitan ekonomi rakyat. Mereka meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera membatalkan kenaikan PPN demi menjaga kesejahteraan masyarakat. “Jika PPN 12 persen tidak dibatalkan, kami akan turun serentak di seluruh Indonesia,” kata dia.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online