TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menguji sampel makanan yang dijual selama Ramadan. Per 5 Maret 2025, total makanan yang diuji sejumlah 1.221 sampel dengan hasil 1.193 sampel (97,71 persen) memenuhi syarat dan 28 sampel (2,29 persen) tidak memenuhi syarat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, pengujian tersebut dilakukan terhadap 592 pedagang di 127 lokasi pengawasan unit pelaksana teknis (UPT). Pihaknya telah memulai intensifikasi pengawasan pangan selama Ramadan di 76 UPT di seluruh Indonesia sejak 24 Februari 2025 dan akan berlangsung hingga 26 Maret 2025.
Taruna menyebutkan, pihaknya menemukan kandungan bahan berbahaya formalin (42,86 persen) pada tahu dan mie basah di Tangerang, Palembang, dan Jakarta Timur. "Kemudian boraks (35,71 persen) ditemukan pada kerupuk dan mie di Lombok Tengah dan Manggarai Barat. Selanjutnya rodamin B (21,43 persen) pada kerupuk merah dan bubur pacar cina, terutama di wilayah Rejang Lebong dan Payakumbuh," kata dia dalam rilisnya pada Selasa, 11 Maret 2025.
Taruna mencontohkan, rodamin B, yakni pewarna tekstil, termasuk dalam bahan berbahaya yang dapat menyebabkan kanker apabila dikonsumsi.
Selain pengecekan bahan berbahaya pada jajanan pasar, pihaknya juga melakukan pengawasan terhadap pangan kemasan di retail dengan memeriksa izin edar, kemasan, dan kadaluarsa produk tersebut. Pentingnya pemeriksaan ini, menurut dia, adalah untuk mencegah peredaran pangan ilegal atau berbahaya.
"Jika suatu produk tidak memiliki izin edar, itu ilegal. Begitu pula jika sudah kadaluarsa, produk tersebut bisa berbahaya karena dapat mengandung bakteri dan zat berbahaya lainnya," lanjutnya.
Pengawasan ini, kata dia, bertujuan memastikan keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat, terutama selama Ramadan dan Idulfitri.
Intensifikasi pengawasan pangan selama Ramadan ini juga mencakup pemeriksaan di beberapa pasar besar di Jakarta yang menjadi tempat penjualan takjil, seperti Pasar Rawamangun dan Pasar Bendungan Hilir. Terdapat dua metode utama yang diterapkan BPOM, yaitu sampling dan intelijen.
"Petugas BPOM turun langsung ke pasar dengan atribut BPOM untuk melakukan sampling atau pengambilan sampel pangan secara acak. Selain itu, dengan metode intelijen, petugas melakukan pembelian sampel pangan tanpa mengenakan atribut BPOM guna memastikan pemantauan lebih mendalam terhadap produk pangan yang beredar di pasaran," ujarnya.
Taruna mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan ciri-ciri makanan yang aman dikonsumsi. Untuk pangan segar, penting untuk memeriksa warna, bau, dan kemasan. Sementara untuk makanan kemasan olahan, katanya, perhatikan kemasan, izin edar, label, dan tanggal kadaluarsa.