TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad menegaskan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib untuk menguatkan fungsi internal DPR. Dasco heran mengapa narasi yang muncul menyebutkan bahwa DPR bisa mencopot pejabat dari lembaga lain.
“Itu kan hanya berlaku internal untuk mendorong kinerja pengawasan DPR. Saya bingung kan ini kok sampai kemudian isunya kita bisa memecat si A, si B, pimpinan,” kata Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 7 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Harian Gerindra ini mengatakan revisi Tatib DPR itu hanya untuk melengkapi hal yang sudah dituangkan dalam fungsi pengawasan DPR. Sebab hasil dari uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) dalam fungsi pengawasan DPR selama ini tidak ada tindak lanjut.
Dasco mengatakan tatib baru itu tidak serta-merta membuat DPR dapat mengevaluasi, melakukan uji fit and proper lagi, kemudian memberikan rekomendasi penggantian. Nantinya DPR hanya bakal menyerahkan hasil dari evaluasi itu ke lembaga terkait di eksekutif atau yudikatif yang pejabatnya pernah disetujui oleh DPR.
“Nanti hasilnya menyarankan kepada pemerintah, menyarankan kepada institusi yang orangnya dilakukan evaluasi untuk kemudian diambil langkah yang dianggap perlu menurut mereka,” kata Dasco.
DPR mengesahkan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib dalam rapat paripurna di gedung parlemen, Jakarta Pusat pada Selasa, 4 Februari 2025. Perubahan aturan yang satu hari sebelumnya disepakati Badan Legislasi DPR adalah penambahan Pasal 228A di antara Pasal 228 dan Pasal 229 di dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020.
Pasal 228A ayat (1) berbunyi, “Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.”
Kemudian ayat (2) dari Pasal 228A berbunyi, “Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR RI untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.”
Ketentuan itu ditengarai rawan diselewengkan karena evaluasi secara berkala tersebut dapat merekomendasikan pemecatan terhadap pemimpin lembaga negara yang bersangkutan. Organisasi masyarakat sipil dan pakar hukum tata negara menilai hasil perubahan tata tertib ini menjadi ancaman terbaru bagi pemimpin lembaga yang tidak tunduk kepada kemauan DPR.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi, I Gede Palguna, heran melihat tata tertib DPR yang mengikat di luar lembaga tersebut. Ia berpendapat, tata tertib DPR itu seharusnya bersifat internal. Palguna mempertanyakan pemahaman DPR mengenai pemisahan kekuasaan yudikatif, legislatif, dan eksekutif serta prinsip checks and balances yang sudah ditetapkan dalam Pasal 1 UUD 1945.
Menurut Palguna, Pasal 1 UUD 1945 seharusnya dipahami bahwa tidak ada lagi pengelompokan lembaga tertinggi negara ataupun lembaga tinggi negara. Sebab, setiap lembaga negara sudah ditentukan fungsi dan kewenangannya dalam konstitusi. Dengan demikian, setiap lembaga negara semestinya saling mengawasi dan mengimbangi. “Kalau berada atas hukum yang mereka suka dan mau mengamankan kepentingannya sendiri, bisa rusak negara ini,” kata Palguna.