TEMPO.CO, Jakarta - Unjuk rasa menentang revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI yang baru disahkan DPR di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur pada Senin, 24 Maret 2025 berujung rusuh. Polisi melepaskan water cannon untuk menghalau massa dari depan Grahadi. Sejumlah pendemo pun ikut ditangkap dalam unjuk rasa tersebut.
Massa aksi yang terdiri dari kelompok masyarakat sipil itu mulai berorasi di lokasi pada pukul 15.00 WIB. Para pengunjuk rasa terlihat membawa berbagai spanduk penolakan UU TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pukul 16.15 WIB, sejumlah pendemo membawa banner bergambar Presiden Prabowo dan 9 aktor di balik RUU TNI. Banner itu pun dibakar bersama ban saat aksi demo. "Mereka-mereka inilah aktor di balik RUU TNI, mari kita bakar mereka di sini," kata orator saat demo, Senin 24 Maret 2025.
Setelah itu, sebagian massa aksi terlihat melempari botol dan batu ke arah polisi yang tengah berjaga pada pukul 16.35 WIB. Polisi pun sempat menahan diri hingga akhirnya menembakkan gas air mata pukul 16.45 WIB.
Pada pukul 17.15 WIB, polisi mulai terlihat memboyong salah satu pendemo. Dia dituduh membawa bom molotov dan mabuk. Saat pemeriksaan, pendemo tak terbukti membawa bom molotov.
Massa aksi tetap bertahan di lokasi hingga pukul 18.15 WIB. Polisi pun mulai berusaha membubarkan massa secara paksa dengan tim dan mobil rantis Brimob.
Para pendemo akhirnya berlarian sejauh 700 meter hingga Jalan Pemuda atau depan Plaza Surabaya. Dalam video yang beredar, polisi juga terlihat menyisir dan menangkap massa demo.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada jumlah pasti untuk pendemo yang ditangkap. Namun, situasi di sekitar lokasi berangsur kondusif pukul 19.15 WIB.
Sebagai informasi, massa bergerak menuju depan Gedung Grahadi Surabaya, Senin 24 Maret 2025. Massa yang mengatasnamakan Front Anti Militerisme itu melakukan aksi untuk menolak Revisi Undang-undang TNI.
Pantauan Tempo, massa aksi sudah mulai berkumpul pukul 14.00 WIB. Mereka kompak menggunakan baju hitam.
Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jauhar Kurniawan mengatakan bahwa massa aksi ini terdiri dari berbagai elemen masyarakat. Mereka menilai bahwa RUU TNI dapat mengembalikan dwifungsi militer dan mengancam supremasi sipil.
“Revisi UU TNI memberikan kesempatan kepada TNI untuk masuk dalam pengendalian pemerintahan sipil,” ucap Jauhar lewat keterangannya, Senin 24 Maret 2025.