TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menetapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. RUU ini diusulkan masuk prolegnas prioritas 2025 oleh tiga anggota DPR: Sulaeman Hamzah, Martin Manurung dan Rudianto Lallo. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Dewan Perwakilan Daerah juga mengusulkan agar RUU Masyarakat Adat masuk prioritas untuk disahkan tahun depan.
Martin Manurung yang juga anggota Badan Legislasi optimis RUU Masyarakat Hukum Adat disahkan tahun depan. Politikus Partai Nasdem ini mengatakan regulasi itu akan memberikan pengakuan secara hukum bagi eksistensi masyarakat hukum adat.
“Kami dari Fraksi Partai NasDem menilai RUU ini mendesak untuk disahkan. Karena harus ada aturan yang dapat memberikan pengakuan, perlindungan, pemberdayaan, jaminan dan kepastian hukum bagi masyarakat adat,” kata Martin saat dihubungi, Selasa, 19 November 2024.
Dia mengatakan RUU Masyarakat Adat nantinya akan dibahas di Badan Legislasi. Dalam pembahasannya, Martin mengatakan akan melibatkan pihak terkait seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan kelompok masyarakat sipil yang fokus mengawal persoalan masyarakat adat.
Martin juga mengapresiasi keterlibatan fraksi dan juga Baleg yang menjadi pengusul RUU ini. Menurut dia, hal itu menandakan keseriusan DPR untuk segera merampungkan RUU Masyarakat Hukum Adat dan bisa disahkan menjadi undang-undang.
“Kami optimis RUU ini akan selesai pada tahun 2025,” katanya.
Martin menambahkan, RUU Masyarakat Adat akan mengacu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012. Putusan ini merupakan hasil dari uji materi terhadap UU Kehutanan. Dalam putusan tersebut, MK menghapus frasa “negara” dalam dalam rumusan pasal 1 UU Kehutanan yang mengatur tentang pengertian hutan adat.
Sebelum adanya putusan tersebut, UU Kehutanan mendefinisikan hutan adat sebagai hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. “Dalam penyusunan naskah akademik, kami akan memperhatikan putusan MK tersebut,” katanya.
Anggota Baleg dari Fraksi PKB, Daniel Johan, menyampaikan hal senada. Daniel mengatakan salah satu prioritas fraksi PKB tahun ini adalah pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat. Dia pun meminta agar publik terus mengawal agar RUU ini.
“RUU ini bagi PKB sangat prioritas untuk diselesaikan karena menyangkut kepentingan masyarakat adat yang butuh dilindungi,” kata Daniel melalui keterangan tertulis, Selasa, 19 November 2024.
Menurut Ketua Umum Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI), Ok Sidin, tidak ada alasan bagi DPR dan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat. Sebab, kata dia, RUU tersebut merupakan perintah konstitusi.
"Tidak ada alasan DPR dan pemerintah menahan RUU Masyarakat Adat, karena UU ini merupakan perintah konstitusi," kata Saidin. Menurut dia, RUU ini mendesak untuk segera disahkan karena selama ini banyak sengketa pertahanan yang tidak terselesaikan.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat dalam 10 tahun terakhir terdapat 687 konflik agraria di wilayah adat. Konflik itu terjadi di atas lahan seluas 11,07 juta hektar yang mengakibatkan lebih dari 925 orang warga masyarakat adat yang dikriminalisasi dalam 10 tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, 60 orang di antaranya mendapatkan tindakan kekerasan dari aparat negara, dan satu orang meninggal dunia.
Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan salah satu substansi RUU Masyarakat Adat adalah pengakuan atas hutan adat dan ruang hidup masyarakat adat. Dia mengatakan selama ini konflik terjadi antara masyarakat adat dengan perusahaan pemerintah karena tidak ada pengakuan secara hukum atas hutan dan wilayah hukum adat.
Untuk itu, dia mendesak agar DPR dan pemerintah tidak lagi menunda pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat. “RUU ini adalah amanat konstitusi dan akan melindungi hak-hak masyarakat adat serta memberikan kepastian hukum atas wilayah adat yang selama ini diabaikan,” katanya saat dihubungi, Selasa, 19 November 2024.
Adapun RUU Masyarakat Hukum Adat sudah diusulkan sejak 2010 lalu. RUU ini sudah masuk dalam dfatar Prolegnas sebanyak tiga kali periode DPR, yakni dari 2010 hingga 2024.