India Vs China: Siapa Bakal Mendominasi Sektor Manufaktur Global?

1 day ago 6

Selular.ID – Dalam tarik-menarik global untuk mendominasi sektor manufaktur, India dinilai memegang keunggulan strategis atas China, bahkan saat negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu membuat kemajuan di segmen elektronik konsumen.

Hal ini terjadi setelah perubahan kebijakan utama oleh Amerika Serikat, di mana pemerintahan Trump memutuskan untuk membebaskan barang elektronik konsumen populer seperti telepon pintar dan komputer pribadi dari tarif tinggi yang dikenakan pada barang-barang China.

Kebijakan drastis yang ditempuh Trump mungkin untuk sementara melunakkan pukulan bagi ekspor elektronik China, tetapi posisi India dalam rantai pasokan global tetap kuat dan tangguh.

Keputusan pemerintah AS untuk melonggarkan tarif pada barang-barang elektronik penting telah memberi China sedikit ruang bernapas dalam perang dagangnya dengan Amerika.

Produk-produk seperti telepon pintar dan komputer pribadi—dua ekspor teknologi terbesar China—terhindar dari kenaikan tarif yang tajam, memberikan keringanan bagi produsen dan rantai pasokan global yang sangat bergantung pada komponen China.

Namun, para ahli berpendapat bahwa keringanan ini hanya bersifat sebagian dan jangka pendek.

Kekhawatiran yang lebih luas seputar ketergantungan perdagangan dan risiko geopolitik masih tampak besar, mendorong perusahaan global untuk mencari basis manufaktur di luar China.

Meskipun China mengalami kelegaan sementara, India tetap menjadi tujuan yang menarik untuk manufaktur elektronik. Beberapa faktor berkontribusi pada keunggulan  tersebut.

Setidaknya terdapat 4 keungulan yang dimiliki India dibandingkan China.

Keempatnya adalah, ekosistem produksi elektronik yang terus berkembang, kebijakan pemerintah yang mendukung di bawah skema seperti PLI (Production Linked Incentive), risiko geopolitik yang lebih rendah dibandingkan dengan China, dan meningkatnya minat dari perusahaan teknologi global untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka di negara itu.

Para pemimpin industri mencatat bahwa potensi jangka panjang India tetap tidak terpengaruh oleh pengecualian tarif di AS.

Pasalnya, perusahaan terus mengurangi risiko strategi pasokan mereka dengan mengalihkan pusat manufaktur ke India dan Asia Tenggara.

Dalam konteks yang lebih luas dari pertempuran perdagangan India vs China, perkembangan ini menyoroti perubahan penting dalam dinamika pasokan global.

Meskipun China mungkin memperoleh kemenangan jangka pendek dalam ekspor elektronik, lingkungan kebijakan India yang relatif stabil, efektivitas biaya, dan kemitraan global menjadikannya pesaing serius untuk investasi jangka panjang dalam manufaktur elektronik.

Baca Juga: China Tetapkan Target Transformasi Digital 5 Tahun Ke Depan, Sasar Industri Ringan Hingga 90 Persen

Vietnam Sang Kuda Hitam

Di luar persaingan ketat India dan China, tentu saja kita tidak bisa melupakan Vietnam. Sejak dua dekade terakhir, negara di Asia Tenggara itu, telah menjelma menjadi salah satu pusat investasi di kawasan Asia.

Siapa sangka negara yang sebelumnya pernah terlibat perang saudara itu, mampu menarik investasi elektronik karena kombinasi berbagai faktor.

Termasuk tenaga kerja terampil dan berbiaya relatif rendah, insentif pajak yang menguntungkan, ekonomi yang berkembang, dan lokasi yang strategis.

Pemerintah juga secara aktif mempromosikan sektor ini dengan berbagai kebijakan seperti keringanan pajak dan pembangunan infrastruktur, menjadikan Vietnam tujuan yang menarik bagi perusahaan elektronik yang sudah mapan maupun yang baru berkembang.

Sebagai daya tarik investasi bagi banyak perusahaan teknologi terkemuka, Vietnam melihat banyak peluang untuk menarik investasi asing langsung (FDI) ke dalam manufaktur komponen elektronik.

Menarik investasi dalam industri elektronik dapat membantu perusahaan domestik berpartisipasi dalam rantai pasokan global.

Industri elektronik negara ini mencakup banyak bidang seperti manufaktur komponen, pemrosesan, dan perakitan produk.

Peningkatan jumlah proyek dan modal investasi dalam manufaktur komponen menunjukkan potensi besar yang dimiliki Vietnam.

Tak heran jika investor China belum lama ini menginvestasikan lebih dari 100 juta USD dalam produksi komponen elektronik di Vietnam.

Alasan mereka memilih Vietnam adalah lingkungan investasi negara yang semakin membaik dan tenaga kerja yang berkualitas.

Faktor terpenting bagi perusahaan manufaktur komponen elektronik untuk memilih Vietnam adalah karena negara ini telah menarik banyak perusahaan elektronik seperti Samsung, Apple, LG, dan Intel.

Dengan demikian, industri pendukung elektronik Vietnam dapat menjadi pusat produksi di Asia. Di antara barang-barang dengan omzet ekspor lebih dari 10 miliar USD, ponsel dan komponen elektronik menyumbang proporsi yang besar.

Pasar ponsel di Vietnam tumbuh pesat, dengan Apple mencatat kesuksesan yang mengesankan. Mitra utama Apple seperti Foxconn, Luxshare, dan GoerTek memperluas produksi mereka di negara itu.

Foxconn telah menginvestasikan 1,5 miliar USD dan akan terus menginvestasikan 300 juta USD lagi di pabrik baru di provinsi utara Bac Giang.

Luxshare saat ini memiliki enam pabrik dengan sekitar 40.000 karyawan. Sedangkan Pegatron memperluas proyeknya dengan total investasi sekitar 481 juta USD di kota utara Hai Phong.

Baca Juga: Tiga Pilar Pertumbuhan Ekonomi Digital Vietnam: Adopsi Teknologi, Inisiatif Pemerintah, dan Meningkatnya Pendapatan

Namun seperti halnya India dan China, Vietnam juga tidak luput dari kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Donald Trump.

Seperti diketahui, seperti halnya negara-negara lain di dunia, Vietnam juga dikenakan tarif impor oleh Amerika Serikat. Angka terbilang cukup besar dibandingkan negara-negara lain, yaitu mencapai 46%.

Sadar bahwa ekspor produk-produk elektronik dan komponen merupakan salah satu sumber devisa utama, Vietnam telah memutuskan untuk menghapus semua tarif impor terhadap produk-produk AS.

Langkah ini diambil setelah pemimpin Vietnam, To Lam, berbicara dengan Presiden AS, Donald Trump, melalui sambungan telepon.

Di sisi lain, Vietnam juga siap menindak keras barang-barang China yang dikirim ke AS melalui wilayahnya.

Langkah keras Vietnam terhadap China ini diharapkan dapat meluluhkan AS agar tak mematok tarif impor gila-gilaan yang bisa membuat industri elektronik Vietnam tidak lagi kompetitif.

Sudah bukan rahasia lagi jika selama ini AS menuduh Hanoi membantu Beijing menghindari tarif impor AS melalui transhipment ilegal.

Praktik curang yang dimaksud adalah aktivitas pengiriman ulang muatan ke negara lain yang dikenai tarif lebih rendah untuk kemudian diekspor kembali.

Dalam banyak kasus, pekerja Vietnam memproses barang dari China, yang kemudian secara sah dikirim ke AS dengan label ‘Buatan Vietnam’.

Hal ini yang membuat Donald Trump meradang, sehingga menjatuhkan tarif impor hingga 46%.

Baca Juga: Foxconn Lipat Gandakan Produksi iPhone di India

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online