TEMPO.CO, Jakarta - Tenaga ahli utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura menjelaskan pembiayaan program makan bergizi gratis (MBG) berasal dari Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) dengan skema perjanjian kerja sama yang terjalin antara negara dengan badan usaha. Ia tidak menyangkal ketika ditanya adanya penggunaan dana pribadi pejabat negara untuk membiayai program pemerintah.
"Saya jelaskan ya, jadi ini bisa dikatakan bagian dari APBN tentunya, namun skemanya adalah perjanjian kerja sama, di mana skema perjanjian kerja sama ini adalah satu skema yang wajar dan umum dilakukan antara pemerintah dengan badan usaha," kata Prita usai meninjau pendistribusian MBG bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di dua Posyandu di Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Jumat, 10 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Prita, tenggat waktu pembayaran yang nantinya dilakukan oleh badan usaha tidak bisa disamaratakan. Hal ini dikarenakan perbedaan kemampuan finansial masing-masing badan usaha yang turut menjadi pertimbangan.
“Karena misal contohnya, UMKM, tentunya perjanjian kerja samanya tenggat waktunya tidak bisa serentak karena ada kemampuan ekonomi dari masing-masing UMKM sendiri, jadi itu menjadi bahan pertimbangannya,” kata Prita.
Program makan bergizi gratis adalah program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang digencarkan sejak awal kampanye pemilihan presiden 2024. Anggaran program ini mencapai Rp 71 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Makan bergizi gratis menyasar sekitar 19,47 juta anak, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya.
Kendati demikian, pada penerapannya, Kepala Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia Hasan Nasbi mengklaim sejumlah daerah menggunakan uang pribadi Presiden Prabowo Subianto untuk program makan bergizi gratis. Salah satunya pelaksanaan program MBG di Kendari, Sulawesi Tenggara.
“Yang di Kendari memang itu dia masih punya sisa anggaran uji coba dari yang diberikan oleh Pak Prabowo sebelumnya. Jadi mereka masih menggunakan dana yang itu,” kata Hasan Nasbi saat dihubungi di hari peluncuran perdana MBG, Senin, 6 Januari 2025.
Hasan mengatakan setelah uang tersebut habis terpakai, program MBG akan menggunakan anggaran Rp 71 triliun alokasi APBN.
Merespons hal tersebut, peneliti Hukum Celios Muhamad Saleh menilai penggunaan dana pribadi pejabat negara untuk membiayai program pemerintah merupakan penyimpangan serius terhadap prinsip dasar pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara, kata Saleh, seharusnya bersifat transparan, efisien, dan bertanggung jawab, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara
. “Ketika seorang pejabat menggunakan dana pribadi untuk membiayai program negara, transparansi pengelolaan menjadi kabur karena pengeluaran tersebut tidak dapat diaudit secara resmi,” kata Saleh dalam keterangan resmi Selasa, 7 Januari 2025.
Eka Yudha Saputra dan Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.