Kelompok Minoritas Agama Sebut Negara Tak Berwenang Memastikan Orang Beragama

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) Setyawan Budi mengatakan negara tidak memiliki tanggung jawab atau wewenang untuk memastikan warganya memiliki atau menganut suatu agama atau keyakinan tertentu. Menurut dirinya, hal tersebut merupakan pilihan personal dari masing-masing warga negara.

“Bukan menjadi tugas negara untuk memastikan bahwa setiap warga negara ini wajib memeluk agama atau kepercayaan, kan semestinya tidak sampai sejauh itu,” ucap pria yang akrab disapa Wawan tersebut ketika dihubungi pada Selasa, 7 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai bagian dari kelompok minoritas agama, Wawan berpendapat, negara seharusnya memfokuskan diri untuk menjaga dan melindungi hak-hak warga negara untuk dapat beragama dan berkeyakinan dengan bebas. Musababnya, kata Wawan, sampai saat ini sendiri masih banyak terjadi pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB).

“Mereka yang beragama, maupun yang tidak memilih agama, hak-haknya terpenuhi. Begitu kan tugas negara,” kata Wawan melanjutkan.

Wawan menilai, pemerintah seharusnya tidak bertindak terlalu jauh melebihi kehendak Tuhan itu sendiri untuk menentukan persoalan agama ataupun keyakinan. Sebagai suatu hal yang bersifat privat, Wawan beranggapan ada baiknya permasalahan ini dikembalikan ke individu masing-masing, maupun ke komunitas agama atau keyakinan terkait.

“Sifatnya personal, kembalikan saja (keputusan masing-masing). Negara hanya memastikan hak-hak warga negara terpenuhi,” ucapnya.

Aktivis lintas agama Ilma Sovri Yanti Ilyas juga memandang negara seharusnya tidak membuat beragama ataupun berkeyakinan sebagai suatu paksaan. Ia berpandangan, hal tersebut seharusnya menjadi kebebasan bagi tiap-tiap individu untuk memilih tanpa adanya paksaan dari negara.

“Jangan sampai memaksakan, mengatasnamakan keyakinan agama, sehingga membatasi semua lini. Itu berbahaya sekali. Kita beragama di Indonesia ini karena perintah dari negara, aturan dari negara,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) tersebut ketika dihubungi pada Selasa, 7 Januari 2025.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi melarang masyarakat Indonesia untuk tidak menganut satu agama atau kepercayaan. MK berpendapat, UUD 1945 sebagai dasar konstitusi negara dengan tegas meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga dapat disebut sebagai konstitusi yang religious atau godly constitution.

“Kepercayaan kepada adanya Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu karakter bangsa dan telah disepakati sebagai ideologi atau kondisi ideal yang dicita-citakan” ujar Hakim MK, Daniel Yusmic Foekh ketika membacakan dasar pertimbangan putusan, Jumat, 3 Januari 2025.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online