Jakarta -
Siti Hajar adalah istri kedua Nabi Ibrahim AS. Sebelum menikah dengan Siti Hajar, Nabi Ibrahim telah menikah dengan Siti Sarah.
Selama 20 tahun menikah dengan Siti Sarah, Nabi Ibrahim tak kunjung mendapatkan keturunan. Padahal, saat itu ia mendapat julukan sebagai 'bapak para Nabi' karena dari keturunannya terlahir nabi-nabi bagi umat manusia.
Kisah Nabi Ibrahim menikah dengan Siti Hajar
Dikutip dari buku Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Nabi Ibrahim menikah dengan Siti Hajar atas izin dari istri pertamanya. Bahkan Siti Sarah lah yang menganjurkan suaminya untuk menikah lagi, Bunda.
Siti Sarah berkata kepada Nabi Ibrahim, "Sungguh, Rabb tidak memberiku anak. Silakan kau gauli budak milikku ini, mudah-mudahan Allah memberiku seorang anak darinya."
Atas seizin istrinya dan Allah SWT, Nabi Ibrahim AS pun menikahi budak dari Siti Sarah yang bernama Siti Hajar. Benar saja, Allah SWT mengaruniai Nabi Ibrahim AS dengan seorang anak melalui istrinya yang kedua tersebut.
Ya, setelah beberapa bulan menikah, Siti Hajar hamil anak pertama dari Nabi Ibrahim. Kehamilan ini sangat dinanti oleh Nabi Ibrahim selama puluhan tahun.
Siti Hajar diasingkan setelah melahirkan Nabi Ismail
Dilansir buku berjudul Kisah Orang-orang Sabar karya Nasiruddin S. Ag. Mm, Siti hajar melahirkan Nabi Ismail di Palestina. Kehadiran Nabi Ismail membuat Nabi Ibrahim bahagia.
Namun hal tersebut justru menyebabkan Siti Sarah, sebagai istri tertua, menjadi cemburu buta. Siti Sarah mulai tidak senang dengan Siti Hajar, sehingga ia pun menyuruh Nabi Ibrahim untuk membawa Siti Hajar pergi.
Nabi Ibrahim lalu mengadukan permintaan istri pertamanya itu kepada Allah SWT. Allah SWT pun memerintahkannya untuk menuruti kemauan Siti Sarah.
Nabi Ibrahim lantas membawa Siti Hajar dan Nabi Ismail yang baru lahir ke sebuah tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian, yakni di antara bukit Sofa dan Marwa. Nabi Ibrahim begitu sedih karena harus berpisah dari anak semata wayangnya yang telah dinanti selama puluhan tahun.
Siti Hajar pergi ke tempat tersebut tanpa bekal yang banyak. Padahal, saat itu Nabi Ismail masih menyusu.
Ketika Nabi Ibrahim hendak meninggalkannya dan sang putra, Siti Hajar bertanya, "Kenapa engkau akan pergi. Kenapa engkau tinggalkan aku berada di tempat yang gersang dan mengerikann ini?"
Nabi Ibrahim berkata, "Ini adalah perintah Tuhanku dan supaya kamu bersabar dalam menghadapi takdir."
Siti Hajar pun menerima keputusan itu. "Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami," katanya.
Nabi Ibrahim pergi meninggalkan istri dan anaknya dengan hati yang sedih dan khawatir. Setibanya di bukit Tsaniyah, di mana Siti Hajar dan putranya sudah tidak bisa melihatnya, Nabi Ibrahim memanjatkan doa dengan mengangkat kedua tangannya.
"Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS Ibrahim: 38)
Perjuangan Siti Hajar merawat Nabi Ismail sendirian
Siti Hajar tetap sabar dan tenang ketika ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim di tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian. Saat pembekalan habis, putranya menangis kehausan.
Siti Hajar pun segera bangkit untuk mencari air dengan berlari ke bukit Sofa sambil melihat sekelilingnya. Ia berharap bisa menemukan air.
Siti Hajar lalu kembali ke tempat Ismail yang ditinggalkannya dengan berlari kecil dan kemudian berlari lagu ke bukit Marwa sambil tetap memerhatikan sekelilingnya. Siti hajar melakukan hal yang sama sebanyak tujuh kali.
Ketika berada di bukit Marwa, Siti Hajar mendengar suara air. Ia lantas menjumpai tumpukan pasir yang mulanya kering lalu lambat laun berubah menjadi basah. Siti Hajar segera menggalinya dan munculah cumber air dengan kodrat dan iradah Allah semata. Air tersebut kini dikenal sebagai sumber mata air zam-zam.
Nabi Ismail tumbuh dewasa di lingkungan suku Jurhum
Penemuan sumber mata air zam-zam tak hanya menyelamatkan Nabi Ismail dan Siti Hajar dari bahaya kelaparan dan kehausan. Sumber air ini juga mengubah kehidupan keduanya.
Informasi tentang adanya sumber mata air zam-zam tersebar karena banyak burung terbang di atasnya. Hal itu lantas diketahui suku Jurhum.
"Di bawah burung terbang itu mungkin ada sumber air," kata salah seorang di antara mereka.
Saat itu, suku Jurhum memang sedang mencari air. Mereka lalu datang ke sumber mata air dan bertemu dengan Siti Hajar, Bunda. Suku Jurhum lalu meminta izin kepada Siti Hajar untuk tinggal di tempat tersebut dengan imbalan kehidupan yang lebih baik.
"Bila kamu menerima kami bertempat tinggal bersamamu, niscaya kami akan membuatmu bergembira dan sumber ini adalah milikmu," kata suku Jurhum.
Siti Hajar menerima mereka dengan tangan terbuka. Lama-kelamaan, tempat tinggal Siti Hajar yang tadinya sunyi menjadi ramai dan tumbuh menjadi kampung yang banyak dikunjungi pendatang.
Tak sedikit dari mereka yang datang kemudian membuat perkampungan di sekitar sumber mata air zam-zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail pun hidup dalam kesejahteraan hingga Ismail tumbuh dewasa di lingkungan suku Jurhum.
Demikian kisah Siti Hajar hamil dan melahirkan Nabi Ismail.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/rap)