TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi bidang Hukum DPR Hinca Panjaitan mengklaim komisinya akan selalu bersikap terbuka terhadap masukan-masukan dalam pembahasan revisi Undang-Undang KUHAP dan Polri. Ia mempersilakan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan masukan terhadap usulan di dalam RUU KUHAP dan RUU Polri.
Tujuannya, kata Hinca, agar isi dalam RUU KUHAP menjadi lebih maksimal dan sesuai kebutuhan. "(Partisipasi publik) itu sudah kewajiban," ujarnya melalui pesan singkat, Jumat, 28 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pada 25 Maret lalu, DPR telah menerima Surat Presiden untuk membahas RUU KUHAP. Ketua DPR Puan Maharani membenarkan hal tersebut, namun ia belum dapat memastikan alat kelengkapan dewan (AKD) mana yang akan ditunjuk untuk membahas RUU KUHAP ini.
RUU KUHAP menjadi usul inisiatif DPR pada rapat paripurna lalu. RUU ini masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2025 yang diusulkan Komisi bidang Hukum DPR.
Ketua Komisi bidang Hukum DPR Habiburokhman mengatakan RUU KUHAP laik digulirkan karena memerlukan penyesuaian dengan perkembangan zaman. Alasan lainnya, agar keberlakuannya dapat bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Januari 2025.
Habiburokhman mengatakan Komisi bidang Hukum DPR juga akan menjadi AKD yang akan membahas RUU KUHAP. Ia mengatakan telah berkoordinasi dengan Wakil Ketua DPR bidang Politik dan Keamanan Sufmi Dasco Ahmad. "Memang sudah fix di Komisi III," kata politikus Partai Gerindra itu Kamis, 27 Maret 2025.
Peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Bugivia Maharani mengatakan pembahasan RUU KUHAP mesti rampung lebih dulu sebelum digulirkan pembahasan RUU Polri. Ia menjelaskan, pembahasan lebih dulu RUU KUHAP akan mencegah DPR dan pemerintah memasukkan penuh kewenangan penegak hukum ke dalam RUU Polri. "KUHAP harus rampung lebih dulu karena fungsinya akan menagtur prosedur kepolisian dalam penanganan kasus," kata Bugivia.