TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan program unggulan soal pemberian makanan bergizi melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional. Program ini telah dimulai sejak 6 Januari 2025 dan menyasar lebih dari 3 juta anak Indonesia baik di sekolah maupun pesantren.
Program ini bertujuan guna menciptakan generasi anak Indonesia yang berkualitas di masa depan. Hanya saja, apakah program ini sudah mempertimbangkan diet khusus yang harus dijalani kelompok anak-anak berkebutuhan khusus, seperti misalnya anak dengan autisme?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situs resmi Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan, menyebutkan bahwa anak dengan sindrom autisme rentan terhadap pengaruh gluten, kasein, phenol dan food additive.
"Kandungan-kandungan tersebut diperkirakan sebagai salah satu pemicu munculnya sikap agresif di otak," tulis situs resmi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kemenkes yang dikutip Tempo, Ahad 12 Januari 2025.
Gluten terdapat pada gandum, havermut, atau oat. Gluten biasanya memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu. Sementara kasein merupakan protein susu. Pada anak autis, reaksi dua zat gizi tersebut malah memberikan reaksi yang berbeda. Anak penyandang autisme pada umumnya tidak dapat mencerna gluten dan kasein secara sempurna. Akibatnya, akan menghasilkan peptida (asam amino rantai pendek) yang secara biologis masih aktif dan dapat berfungsi seperti “opioid”—zat yang bekerjanya mirip morphine yaitu untuk penekan atau pengurang rasa sakit yang secara alami diproduksi oleh tubuh.
"Kadar opioid gliadomorphin (peptida dari gluten) dan casomorphin (peptida dari kasein) pada urine anak autis meningkat. Diduga beberapa opioid peptida tersebut keluar dari usus halus, masuk ke dalam aliran darah terus ke otak sehingga menyebabkan gangguan syaraf," tulis situs tersebut.
Dosen bidang gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Lailatul Muniroh, mengatakan sebagian menu makan bergizi gratis belum sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Sajian makanan di Sidoarjo, Jawa Timur, misalnya, hanya terdiri atas nasi, protein hewani, dan buah. “Tidak ada sayuran. Jadi secara kuantitas belum memenuhi 40 persen total kalori sehari,” ucap Lailatul pada Kamis, 9 Januari 2025.
Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan pemerintah akan mengevaluasi program ini saban hari, termasuk menunya. “Perlu terus berkreasi karena harus bisa membuat menu yang disukai orang-orang yang mungkin seleranya beda-beda,” tutur Dadan.
Hana Septiana berkontribusi dalam penulisan artikel ini.