Manuver DPR di Awal 2025 yang Menuai Polemik: Revisi UU Minerba dan Tatib

15 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat memasuki masa persidangan kedua periode 2024-2025 sejak 21 Januari 2025. Usai masa reses, ada sejumlah manuver DPR yang menuai polemik di kalangan publik.

Sehari sebelum memasuki masa persidangan kedua, Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas Rancangan Undang-undang tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Pembahasan ini dinilai mendadak lantaran tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan jadwal, Baleg diagendakan melakukan rapat pleno, rapat panja, dan rapat pengambilan keputusan ihwal RUU tentang Minerba dalam satu hari penuh. Rapat yang terkesan mendadak ini dikeluhkan oleh beberapa anggota Baleg DPR. Putra Nababan dari Anggota DPR Fraksi PDIP mengaku baru menerima naskah akademik pembahasan RUU Minerba itu 30 menit sebelum rapat digelar.

Putra juga mempertanyakan proses penyusunan kilat di Baleg. “Kayanya tak mungkin kita bikin UU tanpa membaca naskah akademik. Lalu dikirim 30 menit sebelumnya, panjangnya 78 halaman. Mohon izin saya belum sempat baca,” ujarnya di sela rapat pleno di gedung DPR, Senin, 20 Januari 2025.

Ketua Baleg DPR Bob Hasan yang memimpin rapat tersebut menjelaskan rapat ini mendesak karena dua hal. Pertama, perlu ada penyesuaian aturan dalam undang-undang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-XVIII/2020 serta Nomor 37/PUU-XIX/2021. Selain itu, Badan Legislasi menilai perlu ada aturan baru untuk mempercepat hilirisasi.

"Kedua, perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengolah pertambangan, demikian juga dengan perguruan tinggi, dan usaha kecil dan menengah,” ujar Bob saat membuka rapat. Bob menyatakan rapat ini sudah mendapat izin dari pimpinan DPR RI mengingat urgensinya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pimpinan telah menerima beberapa pengajuan pembahasan usulan Undang-undang dari alat kelengkapan dewan sejak sebelum masa reses. "Jadi memang sebelum kami reses sudah ada beberapa pengajuan undang-undang," katanya ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025.

Selain itu, Dasco mengatakan beberapa anggota DPR juga telah berkantor sebelum masa sidang kedua dibuka. "Seminggu ke belakang banyak yang sudah masuk kantor dan pengumpulan bahan-bahan revisi, baik di Baleg maupun komisi," ujar dia saat itu.

Selanjutnya, Baleg DPR juga mengajukan revisi tata tertib DPR yang juga menjadi sorotan publik. Ada penambahan Pasal 228A di antara Pasal 228 dan Pasal 229 di dalam peraturan tersebut.

Pasal 228A ayat (1) berbunyi, “Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.” Kemudian ayat (2) dari Pasal 228A berbunyi, “Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR RI untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.”

Beberapa pejabat negara yang harus melewati uji kelayakan dan kepatutan ditetapkan dalam rapat paripurna di DPR adalah calon hakim Mahkamah Konstitusional (MK) dan Mahkamah Agung (MA), calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), calon Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), hingga calon Kepala Polri.

Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menilai revisi terbaru Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib bersifat inkonstitusional. Dengan revisi itu, DPR kini bisa mengevaluasi secara berkala terhadap pejabat negara hasil uji kelayakan dan kepatutan.

GNB khawatir dengan wewenang baru tersebut, DPR bisa mencopot para pejabat negara tersebut. “Hasil revisi Tata Tertib DPR yang beri kewenangan baru bagi DPR untuk bisa mencopot hakim MK, hakim MA, dan komisioner KPK adalah inkonstitusional,” kata Anggota GNB Lukman Hakim Saifuddin dalam keterangan tertulis pada Rabu, 5 Februari 2025.

Usai menjadi sorotan, Ketua Baleg DPR Bob Hasan mengatakan dalam revisi tersebut, parlemen memiliki wewenang mengevaluasi secara berkala pejabat negara hasil uji kelayakan atau uji kelayakan dan kepatutan, namun bukan berarti DPR berwenang mencopot pejabat. Dia menyorot berita di media tentang revisi tata tertib baru-baru ini, yang menyebutkan DPR kini bisa mencopot pejabat lembaga negara. 

“Bukan mencopot. Ya, pada akhirnya pejabat yang berwenang atas evaluasi berkala dari DPR itu akhirnya ada keputusan mencopot. Bukan DPR RI yang mencopot,” kata Bob dalam rapat pleno membahas penugasan Rancangan Undang-Undang (RUU) oleh pimpinan DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis.

Nabiila Azzahra, Eka Yudha Saputra dan Novali Panji berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online