Pekerja Anak di Sektor PRT, KPAI: Praktik Eksploitasi Terselubung

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai pelibatan pekerja anak dalam sektor pekerja rumah tangga sebagai praktik eksploitasi terselubung.

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menyampaikan penilaian itu ketika memberikan masukan untuk rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dalam rapat dengar pendapat umum dengan Badan Legislasi atau Baleg DPR RI pada Rabu 21 Mei 2025.

Pekerja rumah tangga atau PRT sering kali dikategorikan dalam pekerjaan sektor informal. Menurut Ai, proses rekrutmen anak sebagai PRT kerap menggunakan bentuk kekeluargaan. Ia memaparkan, para anak dititipkan pada keluarga yang dinilai lebih mampu. Ketika dititipkan itu, mereka disekolahkan, namun tetap dipekerjakan. Ai mengatakan bahwa anak-anak yang rentan terlibat rekrutmen di sektor pekerja rumah tangga ini ialah yang orang tuanya telah wafat maupun yang berasal dari daerah bencana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau kita bertanya pada Dinas Ketenagakerjaan, hampir 100 persen tidak ada (catatannya). Nah ini yang kemudian kita sebut sebagai sebuah praktik eksploitasi terselubung," tutur Ai di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu, 21 Mei 2025. 

Ai menilai, rekrutmen secara "kekeluargaan" ini dilakukan dengan manipulasi lewat alasan pemberian perlindungan pada anak itu sendiri. “Tidak ada kepentingan terbaik bagi anak, meskipun tadi manipulasi kalimat-kalimat yang seolah-olah ingin memberi dukungan pada anak,” ujar dia. 

Di samping itu, KPAI pun telah menerima 303 pengaduan pelanggaran hak anak berupa eksploitasi secara ekonomi dan seksual. Ratusan laporan ini tercatat dalam Klaster Perlindungan Khusus Anak sepanjang 2021 hingga 2023. Berdasarkan pengawasan KPAI, Ai menyebutkan lembaganya masih menemukan kasus anak-anak yang bekerja di sektor pekerja rumah tangga. 

Anak-anak ini, menurut Ai, rentan mengalami eksploitasi ekonomi hingga seksual. “Secara umum kasus yang sering diadukan ke KPAI, tiga tahun terakhir sampai 2023, itu ada 303 kasus dan itu di antaranya memang pekerja anak yaitu pekerja rumah tangga anak,” ucap Ai.

Dalam konteks pekerja rumah tangga, Ai menilai pekerjaan tersebut bertolak belakang dengan hukum perlindungan anak. “Bahkan ini praktik-praktik melawan hukum ketika anak-anak kita dilibatkan,” ujar Ai.  

Ai pun mendorong sinkronisasi RUU PPRT dengan peraturan berstandar internasional seperti Konvensi International Labour Organization Nomor 189 mengenai Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Menurut dia, sinkronisasi itu penting karena berkaitan dengan perlindungan terhadap potensi eksploitasi anak. "Karena batas usia minimum bekerja sebagai PRT sama dengan atau lebih dari 18 tahun itu sangat penting masuk sebagai substansi baru dalam draf ini," kata Ai.

Adapun RUU PPRT merupakan usulan Baleg DPR dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2025 dan akan diselesaikan tahun ini. Ketua Badan Legislasi atau Baleg DPR RI Bob Hasan berharap RUU PPRT bisa mengakomodasi berbagai masukan dari pakar, masyarakat sipil, dan lembaga negara. Menurut Bob, keterlibatan publik dan kalangan akademisi sangat penting agar substansi RUU tersebut bisa mencerminkan kebutuhan nyata PRT di lapangan. 

“Selain itu, narasumber yang memiliki pengalaman dan menangani isu PRT dan diplomasi internasional dapat memberikan perspektif yang komprehensif untuk memastikan bahwa RUU PPRT dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi PRT,” kata Bob pada Selasa, 20 Mei 2025, dikutip dari keterangan tertulis.

Politikus Partai Gerindra itu juga mendorong keterlibatan dan partisipasi publik agar pengaturan dalam RUU PPRT memperhatikan aspek sosial dan budaya, serta memberikan ruang untuk pelatihan berkelanjutan dan pengawasan implementasi undang-undang di masa mendatang.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online