BADAN Legislasi atau Baleg DPR menyepakati revisi Undang-Undang Pemilihan Umum atau UU Pemilu masuk daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025 dalam rapat pada 18 November 2024. Namun belakangan Baleg DPR dan Komisi II DPR memperebutkan tugas pembahasan revisi UU Pemilu. Dua alat kelengkapan dewan tersebut sama-sama ingin membahas revisi UU tersebut.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyebutkan Baleg mengusulkan RUU tersebut setelah Komisi II melepas pembahasan RUU Pemilu pada saat penetapan Prolegnas 2025. “Komisi II drop (RUU Pemilu), diganti dengan RUU ASN. Makanya saya heran, kok, mereka protes terhadap keputusan yang diambil sendiri,” ucap Doli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.
Menurut Doli, pembahasan RUU Pemilu mulanya diusulkan oleh Komisi II DPR saat dia menjabat Ketua Komisi II pada periode 2019-2024. Kemudian pada awal periode 2024-2029, kata dia, pimpinan Komisi II DPR pun masih mengusulkan pembahasan RUU tersebut di komisinya. Namun, menjelang penetapan Prolegnas 2025, Komisi II memutuskan memprioritaskan pembahasan UU ASN.
Berikut sejumlah pendapat pimpinan Komisi II dan Baleg DPR atas polemik pembahasan revisi UU Pemilu.
Ahmad Doli Kurnia: Baleg DPR Bertanggung Jawab Bahas RUU Pemilu
DPR menyatakan bertanggung jawab membahas revisi UU Pemilu. Saat ini, dua alat kelengkapan dewan, yakni Baleg dan Komisi II DPR, tengah memperebutkan tugas pembahasan revisi UU Pemilu.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyebutkan RUU Pemilu secara administratif masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025 atas inisiatif pihaknya. Baleg DPR mengusulkan RUU Pemilu setelah Komisi II melepas pembahasan RUU tersebut pada saat penetapan Prolegnas 2025.
Dengan demikian, Baleg memiliki tanggung jawab menggelar rapat dengar pendapat umum atau RDPU untuk menyerap masukan mengenai revisi UU Pemilu. Menurut Doli, Baleg DPR telah berdiskusi untuk melanjutkan RDPU persiapan revisi paket UU politik, yang di dalamnya termasuk UU Pemilu; UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada; dan UU Partai Politik. “Kami melaksanakan itu sebagai bentuk tanggung jawab kami memasukkan ke dalam prolegnas,” ujar Doli di kompleks parlemen, Kamis.
Politikus Partai Golkar ini menegaskan hingga kini RUU Pemilu masih menjadi tanggung jawab Baleg DPR karena RUU tersebut masuk prolegnas atas inisiatif Baleg. “Kalau mau diubah ke Komisi II, harus rapat dulu dengan pemerintah (membahas) perubahan prolegnas," tutur Doli.
Baleg, kata Doli, masih menunggu keputusan pimpinan parlemen soal pembahasan RUU Pemilu tersebut. Doli mengaku tak mempermasalahkan bila RUU Pemilu dibahas di Komisi II. “Apakah panjanya (panitia kerja) di Komisi II, di Baleg, atau di Pansus (panitia khusus), itu pimpinan nanti bahas di Badan Musyawarah,” kata dia.
Meski adanya polemik itu, dia mendorong agar RUU Pemilu segera dibahas. Dia mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah menyerukan adanya perbaikan sistem politik di Indonesia. “Mau (dibahas) di Komisi II, mau di Baleg tidak ada masalah. Mau di pansus juga oke, yang penting segera dibahas,” kata Doli.
Zulfikar Arse Sadikin: Komisi II Tak Siapkan RUU Pemilu, tapi Berfokus pada RUU ASN
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menegaskan pihaknya tidak sedang menyiapkan perubahan terhadap UU Pemilu, tetapi berfokus pada revisi UU ASN sesuai dengan Prolegnas 2025.
“Saya ingin sampaikan bahwa informasi yang benar adalah Komisi II tidak sedang menyiapkan perubahan UU Pemilu, mohon maaf. Komisi II pada tahun ini, prolegnas tahun ini, diminta merevisi UU ASN,” kata dia dalam Tasyakuran HUT Ke-17 Bawaslu di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa, 15 April 2025, seperti dikutip dari Antara.
Zulfikar menegaskan, saat ini, Komisi II DPR diarahkan untuk membahas revisi UU ASN meskipun dia tidak setuju terhadap rencana tersebut. “Saya tidak tahu kenapa harus diubah lagi. Padahal, belum lama ada perubahan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Saya pribadi tidak setuju karena ada semangat sentralisasi dalam perubahan ini,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023. Dia menyoroti substansi perubahan yang hanya menyasar satu pasal, tetapi memiliki dampak besar pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Perubahan itu, kata dia, menyangkut pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pejabat pimpinan tinggi yang ditarik langsung ke Presiden. “Ini menafikan negara kesatuan yang desentralisasi dan otonomi luas sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI Tahun 1945, termasuk menafikan kewenangan pejabat pembina kepegawaian di daerah,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan keberatannya secara pribadi dan akan berupaya agar perubahan itu tidak terjadi. “Saya termasuk yang tidak setuju, dan akan berusaha agar itu tidak disahkan. Mohon maaf… kalau sampai ini diketok oleh pimpinan DPR, apalagi oleh ketua umum partai,” ucap Zulfikar.
Mengenai rencana perubahan UU Pemilu, Zulfikar menuturkan proses tersebut sebenarnya sedang digodok oleh Baleg DPR RI. Namun, kata dia, Komisi II sedang berupaya agar pembahasan itu dikembalikan ke ranah Komisi II sebagai mitra langsung penyelenggara pemilu. “Kami sudah melobi pimpinan DPR, dan terakhir saya bicara dengan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, sudah ada sinyal positif untuk mengembalikannya ke Komisi II,” tuturnya.
Aria Bima: Jangan Sampai RUU ASN Jadi Alasan Komisi II Tak Bahas RUU Pemilu
Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima mengatakan komisinya akan memprioritaskan pembahasan RUU Pemilu atau yang diwacanakan menjadi Omnibus Law Politik pada tahun ini. Komisi II DPR membidangi pemerintahan dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur.
Aria Bima mengatakan Komisi II sudah mengundang berbagai pihak, mulai dari pemangku kebijakan, pengamat, hingga organisasi sipil, untuk meminta masukan mengenai revisi UU Pemilu, baik untuk pemilihan presiden, pemilihan legislatif, maupun pemilihan kepala daerah. “Alangkah tepatnya, baiknya kalau Undang-Undang Pemilu itu ya di bidangnya, mitra kerja, di Komisi II," kata Aria Bima di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Dengan begitu, kata dia, seharusnya RUU Pemilu bukan dibahas di Baleg DPR karena Baleg bukan merupakan alat kelengkapan pembuat undang-undang, tetapi berfungsi untuk sinkronisasi. “Jangan sekarang ini dibalik, ada cara pandang yang salah kaprah. Baleg bukan pabrik pembuat undang-undang,” ujar Aria Bima menegaskan.
Dia menuturkan Komisi II berencana mengirim surat kepada pimpinan DPR agar RUU Pemilu tetap dibahas di Komisi II DPR. Jika belum bisa mengatasnamakan Komisi II DPR, dia pun tetap akan mengirim surat atas nama pribadi sebagai anggota DPR dan anggota Fraksi PDIP.
“Akan menjadi bahan pertanyaan, kenapa baru era sekarang Undang-Undang Pemilu dibahas di Baleg. Kenapa? Ya memang bukan kompetensi Baleg,” tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Lebih lanjut, Aria Bima menyebutkan jangan sampai RUU ASN menjadi alasan bagi komisinya untuk tidak membahas RUU Pemilu. Dia mengatakan RUU ASN memang sudah direncanakan akan dibahas Komisi II DPR. Namun dia menilai tidak ada urgensi bagi DPR segera membahasnya karena UU ASN sebelumnya sudah diubah dan disahkan pada 2023.
“Kalau mengenai Undang-Undang ASN, ya baru pertama kita mendengarkan rencana dari tim keahlian, badan keahlian. Untuk draf-draf Undang-Undang ASN nanti kita lihat lagi,” kata dia.
Adies Kadir: RUU Pemilu Dibahas di Komisi II, Bukan di Baleg DPR
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan pembahasan RUU Pemilu rencananya dibahas di Komisi II, bukan di Baleg DPR karena hal itu merupakan tugas Komisi II.
Dia menuturkan RUU Pemilu tidak mungkin dilimpahkan ke Baleg DPR karena masih banyak waktu untuk membahas RUU itu, kecuali RUU itu akan dibahas di Baleg DPR jika ada kebutuhan yang mendesak. “Kalau pemilu kan jelas di Komisi II DPR RI, sama seperti UU TNI kan harus di Komisi I, enggak mungkin di Baleg,” kata Adies di kompleks parlemen, Rabu, 16 April 2025.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan pembahasan sebuah RUU bisa juga dengan mekanisme panitia khusus (pansus) jika bidangnya perlu melibatkan lintas komisi. Menurut dia, komisi-komisi sudah memiliki garapannya masing-masing sesuai dengan bidangnya.
Adies menegaskan pembahasan RUU mempunyai aturannya sehingga bukan semata-mata perlu restu dari pimpinan DPR. Komisi II DPR pada tahun ini, kata dia, memiliki tugas menyelesaikan RUU ASN yang masuk ke dalam RUU Prolegnas Prioritas. “Jadi bukan kehendak, melainkan aturannya begitu. Bidang, tugas, dan fungsinya, komisinya, mitra kerjanya apa, dia lah yang akan bekerja,” kata dia.
Novali Panji Nugroho, Ervana Trikarinaputri, Dian Rahma Fika, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Reaksi atas Isu Matahari Kembar setelah Menteri Prabowo Bertemu Jokowi