TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi menuntut pencabutan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI di depan Gedung DPR dibubarkan aparat kepolisian. Aparat kepolisian memukul mundur massa aksi dengan menggunakan water cannon.
Bahkan mobil aparat mengejar hingga persimpangan Jalan Asia-Afrika, Senayan. Aparat kepolisian juga mengejar massa hingga ke depan mal Senayan Park sekitar pukul 18.50 WIB. Massa berhamburan memasuki area mal hingga akhirnya polisi memutuskan menghentikan pengejaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demonstrasi yang juga menuntut agar DPR tidak merevisi UU Polri ini dimulai sejak sekitar pukul 14.30 WIB. Massa sempat memanjat dan berusaha merobohkan pagar depan Gedung DPR. Saling tembak antara petasan dari arah demonstran dan water canon dari aparat kepolisian terjadi sepanjang aksi.
Massa juga sempat membakar motor berpelat nomor polisi yang melintas di depan gerbang utama DPR. Sekitar pukul 17.50 WIB, seorang lelaki tiba-tiba mengendarai motor berplat polisi di antara kerumunan demonstran. Sontak, massa mengerumuni pengendara tersebut.
Berdasarkan pengamatan Tempo, lelaki itu ditarik turun dari motornya. Massa sempat mengeroyok lelaki itu sebelum sebagian petugas medis mengevakuasinya.
Setelah lelaki itu dievakuasi, massa lantas membakar motor tersebut tepat di depan gerbang utama DPR. Demonstran lalu menembakkan kembang api ke dalam area DPR.
Sebelumnya, polisi juga sempat menembakkan water canon saat massa menaiki pagar. Semprotan air itu sempat membuat massa terpecah.
Selain pencabutan UU TNI, pada demonstrasi kali ini massa juga turut menuntut agar wacana revisi UU Polri dibatalkan. "Revisi UU Polri tidak perlu," ujar salah satu orator demonstrasi.
Koalisi Masyarakat Sipil sebelumnya telah mengonfirmasi akan kembali ke jalan hari ini Kamis 27 Maret 2025 untuk menyerukan penolakan terhadap UU TNI. Kabar rencana gelaran aksi ini dikonfirmasi oleh Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid.
“Militerisme dan oligarki semakin mengancam demokrasi kita. Revisi UU TNI membuka jalan bagi militer masuk ke ranah sipil, bertentangan dengan amanat reformasi yang menegaskan supremasi sipil,” kata Usman dalam keterangannya pada Kamis, 27 Maret 2025.
Sebagaimana diketahui pengesahan RUU TNI menuai kritik keras masyarakat yang menentang kembalinya aparat TNI ke jabatan sipil. Menurut masyarakat, pengesahan Revisi UU TNI tersebut membawa kembali dwifungsi TNI.
Sebagai wujud penolakan, masyarakat sipil bersama elemen mahasiswa di berbagai wilayah turun ke jalan untuk menggelar demonstrasi. Di Jakarta, misalnya, unjuk rasa sudah dimulai di hari pengesahan sejak pagi di area gedung DPR di Jakarta Pusat. Demo dengan tuntutan serupa juga digelar oleh berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta, Bandung, hingga Surabaya.
Usman melanjutkan, disamping tuntutan pencabutan UU TNI, aksi kali ini juga akan menyuarakan penolakan atas Rancangan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau RUU Polri. Usman menilai revisi berupa perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tersebut berpotensi memberikan otoritas eksesif berupa intervensi polisi di ranah sipil. “RUU Polri berpotensi memberikan kewenangan berlebih yang dapat memperkuat kontrol represif negara.”
Hanin Marwah berkontribusi dalam artikel ini.