Protes Pemangkasan Anggaran LPSK, Yayasan Keluarga Penyintas Terorisme Surati Prabowo

13 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Keluarga Penyintas (YKP) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya. Melalui surat tersebut, organisasi korban terorisme di seluruh Indonesia tersebut memprotes pemangkasan anggaran yang diperintahkan pemerintah kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebesar 62 persen.

Dalam salinan surat yang diterima Tempo pada Senin, 10 Februari 2025, Sekretaris Jenderal YKP Vivi Normasari menyampaikan bahwa pemangkasan anggaran LPSK berdampak korban terorisme. Para korban, kata dia, terancam kehilangan perlindungan hak korban terorisme, yang meliputi layanan medis, psikologi, dan psikososial.

“Korban terorisme seharusnya menjadi tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak-hak layanan medis, psikologi, psikososial dan kompensasi, sebagai bentuk kelalaian negara RI dalam melindungi rakyatnya sehingga timbul peristiwa-peristiwa tragedi bom di mana-mana, di pelosok negeri mulai 2000 hingga 2018,” kata Vivi.

Karena itu, YKP meminta pemerintah dan DPR mempertimbangkan kembali besaran pemangkasan anggaran yang diterapkan di LPSK. Vivi berharap agar LPSK tetap bisa memberikan layanan kepada saksi dan korban, khususnya para korban terorisme.

“Kami berharap efisiensi yang dilakukan pemerintah mempertimbangkan layanan kepada masyarakat, termasuk saksi dan korban tindak pidana,” kata Vivi.

Diberitakan sebelumnya, Prabowo menginstruksikan pemangkasan anggaran melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang ia teken pada 22 Januari 2025. Melalui Inpres tersebut, kepala negara memangkas anggaran belanja tahun anggaran 2025 sebesar Rp 306,6 triliun, yang terdiri dari anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan efisiensi anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.

Buntut kebijakan tersebut, anggaran  LPSK tahun ini hanya tersisa Rp 88 miliar. Pegawai LPSK pun khawatir pemangkasan ini berdampak pada pemberian perlindungan kepada saksi dan korban. Terlebih, Ketua Ikatan Pegawai LPSK Muhammad Tommy Permana mengatakan Rp 40 miliar sudah digunakan untuk belanja pegawai.

“Perkiraan kami ini tidak akan cukup sampai akhir tahun. Hanya cukup hingga bulan April atau Mei,” kata Tommy saat ditemui di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin, 10 Februari 2025. Saat itu, Ikatan Pegawai LPSK menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor.

Menurut Tommy, LPSK harus diposisikan sama dengan lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, yang tidak terdampak pemangkasan anggaran. Pasalnya, fungsi dan tugas LPSK tidak bisa dipisahkan dari proses penegakan hukum.

“Apalagi tren permohonan perlindungan saksi dan korban terus meningkat dari tahun ke tahun,” kata Tommy. “Kami sudah menghitung, dengan anggaran yang ada, itu tidak akan cukup.”

Pimpinan LPSK Susilaningtyas yang hadir dalam kegiatan unjuk rasa tersebut mengamini risiko yang akan dihadapi lembaganya. Menurut dia, pemotongan anggaran itu mesti dikaji ulang. “Jangan sampai karena anggaran dipotong dan akhirnya berdampak terhadap pemenuhan hak asasi manusia, hak korban dan saksi,” ujarnya.

Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Pelayanan Perlindungan Saksi dan Korban oleh LPSK Terancam Berhenti Dampak Pemotongan Anggaran

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online