Ragam Peristiwa Menjelang Detik-Detik Soeharto Lengser

7 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 21 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia Ke-2 Soeharto menyatakan mundur dari kursi kekuasaannya setelah 32 tahun lamanya, terhitung sejak dirinya mendapat Surat Perintah Sebelas maret atau Supersemar pada 11 Maret 1996.

Soeharto lengser menjadi presiden mengawali munculnya reformasi sehingga peristiwa tersebut diperingati sebagai Hari Peringatan Reformasi. Berikut detik-detik sebelum Soeharto akhirnya lengser sepenuhnya dari kedudukan presidennya.

  1. Soeharto Ungkap Reformasi Baru Bisa Dimulai 1998

Pada 1 Mei 1998, melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan, Presiden Soeharto mengatakan bila reformasi baru dapat dimulai pada 2003. Pernyataan tersebut menimbulkan respon keras dari berbagai kalangan, utamanya mahasiswa yang mendorong agar Soeharto segera mempercepat reformasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, pernyataan tersebut segera mendapat koreksi dari Soeharto yang mengumumkan kembali bahwa reformasi bisa dimulai pada 1998. Langkah tersebut diambil oleh pemimpin tersebut untuk meredam ketegangan dan merespon tuntutan mendesak dari masyarakat yang menginginkan perubahan secepat mungkin.

  1. Soeharto Meminta Mahasiswa Mengakhiri Protes

Pada April 1998, mahasiswa yang datang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta, melakukan demonstrasi untuk menuntut reformasi politik. Para mahasiswa menuntut agar Soeharto segera lengser dari kursi kekuasaan setelah munculnya krisis ekonomi dan kerusuhan yang tidak mampu diatasi oleh pemerintah negara. Soeharto meminta agar mahasiswa untuk menghentikan protes dan kembali ke kampus pada 15 April 1998.

  1. Soeharto Berbicara dengan Nurcholis Madjid

Ketika masyarakat semakin menuntut perubahan lewat reformasi, kalangan intelektual turut bersuara. Budayawan Yogyakarta, Emha Ainun Nadjib, merintis pertemuan dengan berbagai tokoh, salah satunya diadakan di Hotel Wisata pada 17 Mei 1998. Dalam pertemuan tersebut, Nurcholis Madjid turut mengikuti kegiatan perkumpulan dengan tokoh-tokoh lain. Pertemuan tersebut menjadi perbincangan luas, bahkan Soeharto sempat berdialog dengan Nurcholist melalui telepon. 

Dalam dialog dengan Soeharto, Nurcholis mengatakan bahwa Soeharto akan segera mengumumkan pengunduran dirinya. Soeharto menjawab, “Besok” saat ditanya mengenai waktu pengunduran dirinya. Nurcholist mengakui dirinya terkejut dengan kecepatan keputusan tersebut dan Soeharto menyarankan agar pengumuman tersebut dilakukan bersama tokoh-tokoh masyarakat yang nama-namanya diusulkan oleh Nurcholis dan Soeharto sendiri.

  1. Ketua DPR/MPR Minta Soeharto Mundur

Pada 18 Mei 1998, Harmoko, Ketua DPR/MPR periode 1997-1999 menyampaikan pidato yang meminta agar Presiden Soeharto mundur dari kedudukannya secara bijaksana. Akan tetapi, pada pukul 23.00, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyatakan bahwa pernyataan Harmoko merupakan pandangan pribadi karena pernyataan tersebut tidak dirumuskan melalui mekanisme rapat DPR.

  1. Soeharto Memanggil 9 Tokoh Islam

Pada 19 Mei 1998, Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam yang menjelaskan situasi terkait tuntutan masyarakat dan mahasiswa dengan menginginkan Soeharto mundur. Soeharto mengungkapkan bahwa dirinya tidak ingin dipilih kembali sebagai Presiden, namun pernyataan tersebut tidak meredakan aksi massa. Gedung MPR semakin dipadati oleh mahasiswa yang berunjuk rasa dan menuntut reformasi.

  1. Ribuan Mahasiswa Menguasai Gedung MPR/DPR

Pada 20 Mei 1998, ribuan mahasiswa semakin memadati gedung MPR/DPR untuk mendesak Soeharto mundur. Akhirnya, pada Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi kepresidenan di Istana Merdeka pukul 09.05 untuk kemudian digantikan oleh BJ. Habibie. Momen runtuhnya era Orde Baru setelah 32 tahun berkuasa dirayakan oleh jutaan masyarakat Indonesia dan disiarkan di berbagai media. Reformasi ini juga dipicu oleh Tragedi Trisakti yang menjadi salah satu pendorong utama perubahan yang diinginkan rakyat Indonesia.

Hendrik Khoirul Muhid, Sharisya Kusuma Rahmanda, dan Sukma Kanthi Nurani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online