TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menilai pemberian sertifikat Hak Guna Bangunan atau HGB berkaitan dengan adanya pemasangan pagar laut di pesisir pantai Kabupaten Tangerang, Banten, adalah perbuatan melawan hukum.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP itu mengatakan pemberian sertifikat HGB tersebut berada di ruang abu-abu regulasi dan seharusnya tidak boleh dilakukan, karena hal itu telah diatur dalam undang-undang, sehingga hal tersebut tidak punya alasan hukum.
“Seharusnya, menurut saya, itu tidak lama, siapa saja orang internal ATR/BPN yang berperan melakukan pelanggaran hukum itu,” kata Deddy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 22 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Deddy mengatakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berperan dalam hal itu karena lembaga tersebut yang mengeluarkan sertifikat HGB.
Namun dia mengatakan, saat ini, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sudah menyatakan adanya sertifikat HGB di laut tersebut dan menyampaikan permintaan maaf. “Itu kemudian menjadi pintu masuk bagi menteri yang baru untuk membereskan institusinya. Jangan sampai terjadi lagi,” kata dia.
Menurut Deddy, sanksi tegas harus diberikan kepada pihak yang melakukan pelanggaran itu agar kejadian serupa tak terulang kembali. Sebab, kata dia, kasus serupa bukan hanya terjadi di kawasan Banten dan Jakarta, melainkan juga di daerah-daerah lainnya. “Ada beberapa tempat, ada 17 kalau enggak salah. Jadi harapan kita ya itu segera dituntaskan secara hukum yang bertanggung jawab harus menghadapi pengadilan,” ujarnya.
Untuk itu, kata dia, Komisi II DPR akan mengundang Menteri ATR/BPN untuk menghadiri rapat yang membahas permasalahan tersebut pada Kamis, 23 Januari 2025.
Nusron Wahid akan Cabut Sertifikat Hak Tanah di Pagar Laut Tangerang
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid membeberkan hasil investigasi sementara perihal sertifikat HGB dan sertifikat hak milik (SHM) dari pagar laut di perairan Tangerang. Dia akan meninjau ulang sertifikat-sertifikat untuk kemudian dicabut.
“Secara faktual, terdapat sertifikat yang berada di bawah laut. Setelah kami teliti dan cocokkan dengan data spasial, peta garis pantai, serta dokumen lainnya, ditemukan bahwa beberapa sertifikat berada di luar garis pantai,” kata Nusron lewat keterangan tertulis, Rabu.
Nusron mengatakan pencabutan sertifikat hak atas tanah itu bisa dilakukan Kementerian ATR/BPN tanpa melalui perintah pengadilan. Sebab, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sah dilakukan ketika terjadi cacat administrasi dan sertifikatnya belum berusia lima tahun sejak diterbitkan. “Karena sebagian besar sertifikat ini terbit pada 2022-2023, maka syarat cukup untuk pembatalan terpenuhi,” tuturnya.
Sebelumnya, Nusron menyampaikan bahwa ada sejumlah perusahaan yang memiliki sertifikat HGB dan SHM pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu. Rinciannya, sebanyak 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur dan 20 bidang milik PT Cahaya Inti Sentosa.
Kemudian, ada 9 bidang atas nama perseorangan. Kemudian, ada 17 bidang dengan sertifikat hak milik. "Lokasinya juga benar adanya sesuai aplikasi Bhumi, yaitu di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” kata Nusron.
Riri Rahayu dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Anggota Komisi II DPR Usul Pelantikan Kepala Daerah Tetap Digelar Serentak, Ini Alasannya