TEMPO.CO, Jakarta - Jangkara, sebuah perusahaan riset digital, melaporkan tanda pagar atau tagar Indonesia Gelap yang menggema di media sosial dipenuhi sentimen negatif. Tagar itu mendapat sebanyak 81 persen sentimen negatif selama Februari 2025. Analisis itu dilakukan terhadap 64.816 komentar di media sosial X.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Analisis terhadap 64.816 komentar di X menemukan bahwa 81 persen sentimen yang muncul bersifat negatif, dengan kluster emosi 'anger' (kemarahan) mendominasi sebesar 37 persen, “ kata Asisten Manajer Riset Jangkara Khoirul Rifai dalam keterangan resmi, Selasa, 18 Maret 2025.
Khoirul menjelaskan, tagar Indonesia Gelap merupakan refleksi dari kekecewaan publik terhadap beberapa kebijakan. Kebijakan itu seperti pemangkasan anggaran yang dianggap tidak tepat sasaran, pembatasan elpiji yang merugikan masyarakat, retret kepala daerah yang dinilai boros, serta pendirian Danantara yang kontroversial
Dari 64.816 komentar yang dianalisis, Khoirul merinci, tagar Indonesia Gelap mendapatkan 81 persen sentimen negatif, diikuti 13 persen sentimen netral, dan terakhir sentimen positif sebesar 6 persen. Dari jumlah itu, kluster emotion “anger” mendominasi komentar negatif dengan 22.482 komentar. Kemudian emotion “anticipation” mendominasi komentar bernada netral.
“Terakhir komentar positif didominasi kluster emotion “trust” dengan 2.602 komentar,” kata dia.
Dia menjelaskan, tagar itu mendapatkan lebih dari 13 juta engagement di X dan 4 juta engagement di Instagram. Gelombang percakapan warganet mencapai puncaknya pada 17 dan 21 Februari 2025, bertepatan dengan aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Akun-akun non-media menjadi motor utama dalam amplifikasi isu ini dengan 99 persen percakapan berasal dari akun individu. Sementara akun media hanya berkontribusi 1 persen.
"Akun non-media @Kunti1515 tercatat sebagai yang paling aktif dengan 612 komentar. Sedangkan di kategori media, @kompascom memimpin dengan 146 komentar yang menyebut tagar tersebut," kata dia.
Adapun Jangkara menganalisi data itu dengan menggunakan mesin big data Socindex. Durasi pengambilan data adalah 1-28 Februari 2025. Total konten yang dianalisa adalah 64.816 komentar setelah menghapus konten yang tidak relevan, ganda, dan spam.
Data dianalisa secara manual berdasarkan jenis akun, sentimen, topik komentar, dan spektrum emosi. Parameter terakhir adalah menentukan kluster emosi komentar warganet berdasarkan parameter Plutchik’s Wheel Emotions.
Tagar Indonesia Gelap sebelumnya menjadi perbincangan di media sosial. Tagar tersebut semakin menggema seiring dengan aksi para mahasiswa yang digelar pada Senin, 17 Februari 2025. Badan eksekutif mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar aksi unjuk rasa dengan tajuk Indonesia Gelap, dengan menuntut pertanggungjawaban atas berbagai kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mereka nilai tidak berpihak pada rakyat.
Tagar Indonesia Gelap yang viral pada platform X awalnya merupakan slogan yang digunakan oleh warganet untuk menyoroti berbagai permasalahan dalam pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Koordinator BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) Satria Naufal mengatakan tagar Indonesia Gelap itu dimaknai sebagai ketakutan warga Indonesia terhadap nasib masa depan bangsa. “Bagi kami, Indonesia Gelap sudah cukup mewakilkan ketakutan, kekhawatiran, serta kesejahteraan warga,” kata dia saat dihubungi pada Senin.
Menurut Satria, di bawah kepemimpinan Prabowo, masyarakat justru sering kali dibayangi oleh isu dan kebijakan yang tidak mendukung kepentingan rakyat. Karena itu, dia menyatakan aksi demonstrasi ini seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan. “Teguran bagi pemerintah untuk terus melihat pada seluruh aspek dalam menjalankan pemerintahan,” ujarnya.
M. Raihan Muzzaki berkontribusi dalam tulisan ini.