Jakarta -
Bunda pasti pernah mendengar anjuran untuk rajin menabung sejak kecil supaya bisa punya banyak uang saat dewasa. Banyak orang percaya, kebiasaan menabung sejak dini bisa memengaruhi finansial di masa depan.
Pada kenyataannya, anjuran untuk menabung sejak usia muda memang memiliki pengaruh dalam kehidupan finansial jangka panjang. Sebaliknya, tidak menabung dianggap sebagai salah satu kesalahan finansial yang belakangan sering dilakukan anak muda.
Perencana keuangan di Amerika Serikat, Nathan Sebesta mengatakan bahwa banyak orang dewasa muda membuat perubahan gaya hidup ketika mendapatkan gaji pertama atau promosi besar di pekerjaan. Mereka cenderung suka membeli mobil baru atau menyewa apartemen yang lebih bagus untuk tinggal. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk semua itu terkadang sesuai atau bahkan lebih dari pemasukan gajinya.
"Hal itu tidak selalu mendukung untuk menabung, terutama untuk masa pensiun. Sering kali, uang sudah dibelanjakan bahkan sebelum masuk kantong," kata Sebesta, dilansir CNBC Make It.
Setelah memiliki penghasilan, anak muda sebaiknya mulai menabung untuk masa depan. Selain itu, mereka juga perlu menghindari tiga kesalahan finansial lain untuk mencegah munculnya masalah keuangan di kemudian hari.
Kesalahan finansial yang sering dilakukan anak muda
Berikut tiga kesalahan finansial yang sering dilakukan anak muda menurut pakar:
1. Tidak melakukan investasi
Pendiri Bone Fide Wealth, Douglas Boneparth, CFP, menyarankan anak muda untuk berinvestasi setelah memiliki tabungan. Menurutnya, investasi adalah kunci untuk menumbuhkan kekayaan, Bunda.
"Setelah merasa nyaman dengan cadangan uang tunai yang dimiliki, pertimbangkan untuk berinvestasi," katanya.
Menurut survei CNBC dan Generation Lab tahun 2024, sejumlah anak muda diketahui tidak berinvestasi dengan 24 persen lebih suka menyimpan uang mereka dalam bentuk tunai dan 42 persen tidak menabung atau berinvestasi sama sekali. Survei ini dilakukan terhadap 1.093 warga Amerika berusia 18 hingga 34 tahun.
Pada 24 persen anak muda di survei, keraguan untuk berinvestasi muncul karena banyak orang merasa sangat rentan secara finansial. Misalnya, naiknya harga-harga kebutuhan pokok seperti perumahan dan makanan, membuat banyak orang khawatir untuk menginvestasikan uang mereka karena takut kehilangan akses langsung terhadap uang tersebut.
Investasi sebenarnya dapat dilakukan bertahap sehingga tak perlu menjadi beban. Misalnya, jika melakukan investasi awal sebesar Rp16 juta dengan pengembalian tahunan 7 persen, dan menyetor Rp1,6 juta per bulan, maka total akan tumbuh berkali-kali lipat dari investasi awal selama 10 tahun atau 30 tahun.
"Sangat penting untuk berpartisipasi di pasar agar dapat mencapai tujuan investasi atau aset. Itulah satu hal yang kami bicarakan dengan kaum muda, 'Anda harus berpikir jangka panjang," ujar perencana keuangan dan salah satu pendiri dan CEO Collective Wealth Partners, Kamila Elliott.
2. Hanya berinvestasi pada saham perorangan
Dari 1.093 anak muda yang disurvei, 24 persen mengatakan mereka lebih suka menginvestasikan uang mereka pada saham perorangan, dibandingkan dengan obligasi, dana yang diperdagangkan di bursa, dan mata uang kripto.
Menurut Elliott, masuk akal jika investor yang lebih muda mungkin lebih suka berinvestasi pada saham perorangan, terutama dengan kinerja luar biasa dari 'Magnificent 7' dalam beberapa tahun terakhir. Magnificent Seven adalah sekelompok perusahaan berkinerja tinggi dan berpengaruh di pasar saham AS, seperti Apple, Alphabet, Amazon, Meta, Microsoft, Nvidia, dan Tesla.
Sayangnya, memilih untuk berinvestasi pada sejumlah saham terbatas (perorangan) dapat berisiko karena portofolio kita hanya bergantung pada kinerja perusahaan-perusahaan tersebut. Bahkan jika memilih untuk berinvestasi pada salah satu dari Magnificent 7, itu tidak berarti kinerjanya akan terus bagus.
Sebaliknya, Elliott dan Boneparth menyarankan untuk mendiversifikasi atau memperbanyak ragam portofolio dengan obligasi atau dana yang diperdagangkan di bursa. Bila melakukan hal tersebut, anak muda tidak perlu terlalu khawatir tentang kinerja saham individualnya.
3. Hanya berpikir jangka pendek
Pemikiran jangka pendek dapat membuat perubahan tergesa-gesa pada portofolio investasi berdasarkan perilaku terkini di pasar. Jangan biarkan pasar mendikte keputusan kita, tetapi buatlah perubahan jika tujuan keuangan berubah.
"Jangan terus-menerus memantau investasi yang kita lakukan, lebih baik dibiarkan saja," tutur Elliott.
"Saya pikir tindakan mengamatinya dan melihat bisa membuat orang gelisah, bukan? Orang tidak suka melihat uang naik turun. Jika kita berhenti mengamatinya terus-menerus, itu membantu meredam keinginan untuk membuat perubahan," lanjutnya.
Ingat ya, setiap orang memegang kendali atas tujuan keuangannya. Hal ini berarti, apa pun alat investasi yang dipilih, maka harus dianggap dapat menghasilkan output jangka panjang yang baik.
"Jangan pikirkan sekarang. Pikirkan 30 tahun dari sekarang, saat melihat keuntungannya," kata Elliott.
Paling penting sebelum memulai investasi, anak muda perlu menabung. Setelah itu, anak dapat memeriksa laporan bank dan kartu kreditnya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/fir)