45 Tahun Bung Hatta Berpulang, Berikut Sejumlah Warisannya untuk Indonesia

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 14 Maret 1980 atau 45 tahun silam, Mohammad Hatta meninggal di usia 77 tahun. Salah satu pendiri bangsa sekaligus wakil presiden pertama Indonesia ini meninggalkan warisan-warisan untuk Indonesia. Sosok yang lebih kerap dipanggil Bung Hatta ini adalah Tokoh Proklamator 17 Agustus 1945.

Warisan Bung Hatta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Pencetus Koperasi

Koperasi merupakan salah satu pilar utama perekonomian di Indonesia, yang berlandaskan asas kekeluargaan dan gotong royong. Perkembangan koperasi di Indonesia tidak lepas dari campur tangan Bung Hatta. Sejak kuliah di Rotterdam, Belanda, Hatta memang fokus belajar pada pembangunan ekonomi rakyat.

Baginya, kemerdekaan Indonesia tidak hanya berarti bebas dari penjajahan, tetapi juga memiliki kemandirian ekonomi yang kuat. Salah satu cara mencapai hal tersebut adalah dengan membangun koperasi sebagai fondasi utama ekonomi rakyat.

Hatta menganggap koperasi sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi kesenjangan sosial. Puncaknya, saat enjabat sebagai Wakil Presiden, Hatta berperan dalam memasukkan konsep koperasi dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 1, yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ini menjadi dasar hukum bagi pengembangan koperasi di Indonesia.

2. Punya 800 Karya Tulis 

Sebagai salah satu pemikir yang pernah dimiliki Indonesia, Bung Hatta mencurahkan isi pikirannya dalam 800 karya tulis dalam berbagai bentuk seperti artikel, ceramah, pidato, esai, makalah, dan lainnya. Dia menulis dari usia 16 tahun hingga usia 77 tahun. 

Selama masa itu, Hatta telah melahirkan 800 karya tulis dalam berbagai bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Belanda, Inggris dan sedikit Bahasa Prancis. Dilansir dari Antara, tulisan Hatta tersebut memuat berbagai gagasan dan pemikiran mendalam dari berbagai ilmu pengetahuan, tidak hanya tentang ekonomi dan keuangan, tetapi juga filsafat dan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan agama serta politik dan kenegaraan.

Beberapa tulisan Hatta merupakan produk perjuangan sebelum Indonesia merdeka, baik saat dia di luar negeri ataupun di dalam pengasingan. Karya-karya Bung Hatta tersebut kini dihimpun kembali dan diterbitkan dalam 10 jilid dalam buku Karya Lengkap Bung Hatta (KLBH).

3. Konsep Kebangsaan

Salah satu sumbangsih yang monumental dalam pemikiran Hatta adalah konsepnya soal kebangsaan. Bung Hatta percaya bahwa rakyat adalah pemegang kendali negara. Dalam karya berjudul “Ke Arah Indonesia Merdeka” yang terbit pada 1932, Hatta menuangkan gagasannya mengenai kebangsaan, menurut dia perjuangan kemerdekaan merupakan prasayarat bagi persamaan dan persaudaraan.

 4. Demokrasi Kerakyatan

Hatta juga menyumbangkan gagasannya tentang demokrasi kerakyatan. Menurut Bung Hatta, demokrasi kerakyatan berarti kedaulatan di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat berarti rakyat mempunyai hak dan kekuasaan untuk menetapkan paham dan roda pemerintahan suatu negara. 

Dalam gagasannya ini, Mohammad Hatta mengemukakan dua asumsi. Pertama, bahwa rakyat tidak hanya berdaulat tetapi juga bertanggung jawab atas kedaulatan yang dipegangnya. Kedua, tidak mungkin rakyat yang berdaulat kehilangan kedaulatannya. Bung Hatta merasa bahwa demokrasi di dunia barat mengalami kepincangan dan juga tidak sesuai dengan ide demokrasi yang bangsa Indonesia anut.

5. Dirikan Sekolah Sore

Saat menjalani pengasingan di Banda Neira pada 1936, Bung Hatta bersama Sutan Sjahrir mendirikan sekolah untuk anak-anak Banda Neira. Sekolah tersebut berada tepat enam meter di belakang rumah pengasingan Bung Hatta. Hal ini menjadi bukti komitmen kuat Bung Hatta dalam mencerdaskan anak bangsa, bahkan saat ia menjadi tahanan politik di timur Indonesia.

Dalam sekolah sore ini Bung Hatta dan Bung Sjahrir mengajari anak-anak Banda pelajaran aritmatika hingga Bahasa Inggris. Sjahrir mengajar anak-anak kecil, sedangkan Hatta mengajar anak yang lebih besar.

Bahkan, Bung Hatta turun langsung bersama anak-anak Banda mengecat sejumlah perahu-perahu nelayan di Banda Neira dengan warna merah dan putih untuk menanamkan nilai nasionalisme kepada anak-anak Banda Neira, kala itu.

Hendrik Khoirul Muhid dan Linda Lestari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online