TEMPO.CO, Jakarta – Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) Togar M. Simatupang menyampaikan alasan yang mendasari kebijakan pembatasan pembangunan fakultas kedokteran (FK) di perguruan tinggi di Indonesia. Menurut dia, waktu yang dibutuhkan dalam pembangunan FK hingga bisa menghasilkan lulusan tidak sebentar sehingga tidak bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan jumlah dokter saat ini.
“Kebutuhan dokter dari sisi jumlah tidak perlu diatasi dengan menambah FK baru yang akan memerlukan waktu 5 hingga 6 tahun lagi, minimal, untuk baru dapat berproduksi,” kata Togar kepada Tempo pada Sabtu malam, 18 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Togar mengatakan saat ini sudah ada 131 FK dengan program studi dokter yang didirikan di Indonesia. Adapun 87 di antaranya sudah meluluskan lebih dari 10 ribu dokter setiap tahunnya.
“Berarti masih ada 44 FK lain yang berpotensi pada tahun-tahun berikutnya menambah lulusan,” kata Togar.
Togar menyatakan strategi yang akan diterapkan Kemendiktisaintek untuk memenuhi kebutuhan dokter adalah dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas dari FK yang telah dibangun. Peningkatan tersebut, menurut dia, bisa dilakukan melalui kerja sama kampus dengan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).
Fasyankes yang dimaksud berupa Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), klinik pratama, praktik dokter umum, praktik dokter gigi, dan rumah sakit kelas D. Selain itu, bisa berupa Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang setara dengan klinik utama, rumah sakit umum, dan rumah sakit khusus.
Menurut Togar, tenaga medis yang ada pada fasilitas-fasilitas tersebut sudah terlatih di bidang pelayanan klinis. Mereka juga sudah dibekali kemampuan mendidik dan melatih peserta didik, dalam kontesk untuk meningkatkan mutu calon lulusan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro menyatakan akan mulai membatasi pembukaan fakultas kedokteran (FK) di perguruan tinggi di Indonesia. “Kalau mau membuka FK itu, kami sementara batasi dulu,” kata dia kepada awak media saat ditemui di kantor BKKBN pada Senin, 13 Januari 2025.
Satryo menilai menambah pembangunan fakultas kedokteran bukanlah solusi dari permasalahan kurangnya tenaga dokter di Indonesia. “Kan butuhnya dokter, bukan butuhnya FK,” kata dia.
Menurut Satryo, alternatif kebijakan yang bisa dilakukan adalah dengan menambah kuota penerimaan mahasiswa dari fakultas-fakultas kedokteran yang sudah ada. “Kalau butuh dokter ya kita minta kampus yang ada tambah kuota (mahasiswa) saja,” ujarnya.