KECERDASAN buatan atau artificial intelligence (AI) dan koding akan menjadi bagian dari kurikulum sekolah mulai semester depan atau ajaran baru 2025/2026. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah atau Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan AI dan koding bukan termasuk mata pelajaran wajib, melainkan mata pelajaran pilihan. Keduanya akan menjadi mata pelajaran pilihan mulai kelas 5 sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).
Mu'ti menuturkan kurikulum koding dan AI akan segera direalisasikan, hanya menunggu dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen). Dia menyebutkan peraturan tentang kurikulum koding dan AI masih dalam tahap harmonisasi oleh Kementerian Hukum.
“Koding dan artificial Intelligence sudah selesai, capaian pembelajaran juga sudah selesai, uji publiknya juga sudah selesai, sekarang tinggal menunggu terbitnya peraturan menteri setelah ada harmonisasi dari Kementerian Hukum,” kata Mu’ti usai kegiatan Denpasar Education Festival di Denpasar, Bali, Kamis, 8 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah itu menuturkan, setelah melalui proses harmonisasi dari Kementerian Hukum, pembelajaran tentang koding dan AI akan segera diterapkan pada tahun ajaran baru 2025/2026.
Mengapa Abdul Mu’ti Menilai AI dan Koding Penting Dipelajari
Dalam kesempatan sebelumnya, Mu’ti menilai pembelajaran berkaitan dengan kecerdasan buatan dan koding penting, bahkan harus diberikan sejak jenjang sekolah dasar (SD).
“Tentu saja penguasaan teknologi itu penting, bahkan memang harus, tetapi penggunaannya tentu harus dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang positif, yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta pada 2 Februari 2025.
Mu’ti menyebutkan usulan rencana mata pelajaran AI dan koding telah didukung penuh oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dalam upaya literasi digital. Kedua kementerian sepakat bersinergi dalam mewujudkan generasi yang mampu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk hal-hal positif.
Dia menilai AI memiliki potensi besar dalam mendukung proses belajar mengajar. Namun dia menekankan pentingnya penggunaan AI yang terarah dan tetap diselaraskan dengan metode pembelajaran lainnya. Menurut dia, AI bisa menjadi metode yang menarik dalam pengajaran. Dia mencontohkan seorang guru Bahasa Inggris yang memanfaatkan teknologi ini untuk membuat proses belajar lebih interaktif.
“Selain menjadi sebuah metode yang menarik, kelebihan dari AI adalah bisa memberikan layanan pendidikan yang cepat karena akselerasi. Akses itu bisa diperoleh murid dibanding dengan dia membaca buku,” ujarnya di kantor Kemendikdasmen, Rabu, 7 Mei 2025.
Perlu Panduan Guru untuk Siswa Gunakan AI
Mendikdasmen juga mengingatkan penggunaan gawai dan AI pada siswa harus dengan panduan guru. “Memang penggunaan AI ini tetap perlu dipandu oleh para guru. Mereka lah yang memahami materi pelajarannya,” kata dia dalam acara Peluncuran Gemini Academy 2025 dan Gerakan Edukreator melalui Akademi Edukreator di Gedung A Kemendikdasmen, Jakarta, Rabu.
Mu'ti menjelaskan penggunaan AI dan koding pada siswa harus dipandu oleh guru karena AI memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan itu, antara lain, AI dapat diakses dengan cepat dan mudah serta siswa bisa mendapatkan informasi yang tidak benar dari AI.
“Kelemahannya karena dia bisa diakses dengan mudah dan bisa cepat maka kelemahannya ada dua. Yang pertama bisa jadi informasi yang diperoleh itu belum tentu informasi yang benar,” tuturnya.
Teknologi yang cepat dan informasi yang bisa diakses dengan mudah tersebut, kata dia, pada gilirannya dapat membuat siswa enggan membaca buku. Karena itu, dia mengatakan perlu adanya sinkronisasi antara program koding-AI dengan upaya peningkatan kemampuan literasi dan numerasi.
“Menurut saya, perlu disinkronkan dengan misalnya mendorong murid-murid untuk membaca buku, baik teks tertulis maupun dengan sajian-sajian elektronik atau bentuk-bentuk pembelajaran permainan yang mengkontekstualisasi materi-materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari,” kata Mu’ti.
Dia menyebutkan penggunaan AI di sektor pendidikan tidak hanya mengembangkan kemampuan digital, tetapi juga perlu dibarengi dengan kesalehan digital. “Istilahnya kita mengajarkan mereka dengan kemampuan digital sekaligus juga kesalehan digital agar teknologi ini tidak disalahgunakan, tetapi digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat,” tuturnya.
“Memang (kita) ingin penggunaan AI ini bisa luas, tetapi tentu harus kita sertai dengan tidak sekadar kemampuan penggunaannya, tetapi juga bagaimana mereka menggunakan dengan bertanggung jawab,” kata dia menambahkan.
Defara Dhanya, Hanin Marwah, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Ramai-ramai Pindai Iris Mata di Worldcoin. Apa Bahayanya?