TEMPO.CO, Jember - Empat palang pintu kereta api di Jember, Jawa Timur, ditinggalkan penjaganya yang berstatus tenaga honorer pada 4 Februari 2025, karena anggaran tak ada. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Jember Agus Wijaya mengatakan palang pintu itu kini dijaga relawan hingga tenaga dari Dishub.
"Sudah aman. Sudah ada yang menjaga semuanya," ujar Agus Wijaya dihubungi Tempo, Sabtu siang, 15 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus Wijaya mengatakan ada empat palang pintu perlintasan kereta api yang dikelola Dinas Perhubungan Kabupaten Jember. Keempat palang pintu itu sebelumnya dijaga oleh 16 tenaga kontrak atau honorer yang digaji melalui anggaran pemerintah daerah. Pada rapat yang dipimpin Sekretaris Daerah pada 3 Februari 2025, Dinas dikabarkan bahwa tidak ada perpanjangan kontrak untuk tenaga honorer karena tidak ada anggaran.
Disampaikan pula soal regulasi Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2023. "Yang menjadi kendala, tidak adanya perintah undang-undang untuk membuat kontrak atau menggaji (tenaga honorer), " ujar Agus.
Dinas Perhubungan Kabupaten Jember langsung menindaklanjuti dengan mengumpulkan seluruh anggota pada 4 Februari 2025. "Mereka kaget dan kemudian tidak bekerja di sore harinya," ujar Agus.
Dia mengatakan saat ini empat palang pintu itu sudah ada yang menjaga. Tiga palang pintu dijaga oleh relawan dan satu palang pintu dijaga oleh Dinas Perhubungan. "Aman. Sudah ditangani pada 5 Februari lalu," ujarnya.
Agus mengatakan penanganan persoalan palang pintu kereta api ini melibatkan pemerintah desa, RT/RW hingga kepolisian dan tentara. "Mereka ikut membantu. Masyarakat juga punya tanggung jawab untuk menjaga keselamatan lingkungan setempat," ujar Agus menambahkan.
Anggota DPRD Kabupaten Jember David Handoko Seto mengatakan ada 16 tenaga honorer penjaga palang pintu perlintasan kereta api di Jember yang dirumahkan pasca regulasi terkait ASN dan PPPK. "Ada 16 yang dirumahkan," kata David saat dihubungi, Sabtu siang, 15 Februari 2025.
Ia mengatakan pemerintah daerah tidak memiliki cantolan regulasi untuk memberikan honor kepada mereka. Menurut David, sebenarnya bukan hanya tenaga non-ASN di Dinas Perhubungan saja yang terdampak regulasi itu. "Ada ribuan tenaga non-ASN lain yang tidak masuk dalam daftar Badan Kepegawaian Negara," katanya.
Ia mencontohkan ribuan lainnya tenaga non-ASN tersebar di Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pendidikan dan Tenaga Kesehatan. "Bisa dibayangkan jika tukang sapu dirumahkan, maka sepekan ke depan kota kita ini akan kumuh. Belum lagi tenaga kesehatan," ujarnya.
Begitu juga tenaga guru non-ASN yang mengajar di sekolah-sekolah. "Memang satu orang guru bisa merangkap. Namun bagaimana kemudian kualitas pengajarannya terhadap siswa," ujarnya.
David mengatakan DPRD berencana untuk menggelar pansus soal tenaga honorer ini. "Anggarannya sebenarnya ada. Tetapi memang pemerintah tidak memiliki cantolan untuk kemudian menggaji mereka melalui anggaran pemerintah daerah," ujarnya.