Bagaimana Suara Ibu Indonesia Berkonsolidasi Menolak Tindakan Represif Aparat di Demo Tolak UU TNI

2 days ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Tindakan represif aparat keamanan dalam menghadapi demonstrasi menolak revisi UU TNI mendapat perhatian serius dari kelompok ibu-ibu. Mereka kemudian berkonsolidasi untuk menyuarakan perlawanan terhadap tindak represif polisi dan tentara itu.

Gerakan ini kemudian menjelma menjadi Suara Ibu Indonesia. Motor gerakan ini adalah para aktivis perempuan, buruh, hingga akademisi yang di era Orde Baru pernah tergabung dalam Suara Ibu Peduli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suara Ibu Peduli, dalam sejarahnya, tercatat sebagai gerakan yang punya peran besar untuk meruntuhkan Soeharto sebagai presiden di era Orde Baru. Kala itu, ibu-ibu kompak turun ke jalan, menyediakan logistik, makanan kepada mahasiswa dan anak-anaknya yang turun ke jalan.

Lebih dari 25 tahun berselang, gerakan perempuan ini bereinkarnasi. Bermodal dari saling ajak melalui media sosial, para ibu-ibu berkonsolidasi untuk mengulang sejarah perlawanan di masa Orde Baru itu.

Kelompok emak-emak ini sepakat untuk membuat grup di aplikasi perpesanan agar memudahkan konsolidasi. Grup pertama kali dibuat saat Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi mulai cawe-cawe memenangkan Prabowo dan Gibran di Pilpres 2024.

Pembahasan untuk turun ke jalan bergulir di grup Suara Ibu Indonesia itu. Hasilnya adalah aksi yang berlangsung di Sarinah, Jakarta pada Jumat, 28 Maret lalu. Puluhan ibu-ibu, termasuk mahasiswa, kompak hadir mengenakan pakaian putih untuk berorasi melawan tindakan represif aparat ke anak bangsa yang menolak UU TNI.

Ririn Sefsani, seorang aktivis hak asasi manusia jadi salah satu yang menginisiasi aksi di Jakarta itu. "Kami memang harus bergerak. Kanal digital memudahkan konsolidasi," katanya saat ditemui di lokasi aksi, Sarinah, Jakarta pada Jumat, 28 Maret 2025.

Sehari semalam para ibu-ibu dari Suara Ibu Indonesia merancang aksi dan tuntutan yang dibawa. Meski singkat, sikap mereka jelas: melawan tindak represif aparat ke mahasiswa, dan batalkan Undang-Undang TNI.

Ririn meyakini gerakan perlawanan dari ibu-ibu ini akan meluas. Buktinya, kata dia, kelompok emak-emak di sejumlah daerah telah berkonsolidasi dan menyiapkan aksi serupa untuk melawan rezim militer di pemerintahan Prabowo Subianto.

Selain di Jakarta, aksi Suara Ibu Indonesia bakal berlangsung di Bandung, Semarang, hingga Yogyakarta. "Kami tidak rela anak-anak kami berhadapan dengan kekerasan aparat," katanya.

Dia mengatakan, bahwa gerakan Suara Ibu Indonesia akan mendampingi perjuangan mahasiswa yang melawan kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Termasuk kebijakan yang membiarkan bahkan melegalkan kembalinya dwifungsi militer.

"Suara Ibu Indonesia akan terus mengawal kebijakan yang berlawanan dengan agenda reformasi," ujar Ririn.

Ririn berujar, implikasi dari UU TNI yang baru disahkan itu membuat militer dapat merampas hak-hak masyarakat sipil. Selain itu, ia khawatir rezim militer hari ini dapat mengancam masa depan anak-anak sebagai penerus bangsa. "(Saat ini) tentara tidak hanya sebagai pertahanan keamanan, tapi merenggut ruang-ruang sipil," ucapnya.

Ia mempertanyakan sikap pemerintah yang getol merevisi UU Nomor 34 Tahun 2004 itu di tengah penolakan masyarakat. Padahal, menurut dia, bila suatu negara mengedepankan kekuatan militer, maka masa depan bangsa justru menjadi taruhannya.]

Di Yogyakarta, sore ini kelompok Suara Ibu juga akan menggelar aksi menolak militerisme di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Salah satu inisiator demonstrasi Suara Ibu, Amalinda Savirani menggalang dukungan bersama aktivis perempuan 1998, salah satunya Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan periode 1998-2006, Ita Fatia Nadia. “Kami mengajak seluruh ibu turun mendukung demonstrasi mahasiswa,” kata Amalinda Savirani kepada Tempo, Sabtu, 29 Maret 2025.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online