Seiring dengan kemajuan teknologi digital, semakin banyak masyarakat yang beralih ke metode pembayaran tanpa uang tunai, seperti melalui aplikasi digital dan QRIS. Oleh karena itu, kebiasaan menyimpan uang tunai di rumah kini mulai jarang dilakukan.
Namun, coba bayangkan jika suatu hari terjadi gangguan listrik, koneksi internet terputus, atau mesin ATM tidak bisa digunakan. Dalam situasi darurat seperti bencana alam atau kegagalan sistem pembayaran digital, keberadaan uang tunai bisa menjadi penolong utama.
Lantas, seberapa banyak uang tunai yang idealnya perlu kita simpan di rumah? Beberapa pakar keuangan memberikan jawabannya.
Jumlah ideal uang tunai di rumah: jangan berlebihan
Menurut survei GOBankingRates yang dikutip oleh Yahoo Finance, mayoritas warga Amerika lebih memilih menyimpan uang tunai di rumah dengan jumlah kurang dari Rp8 juta. Sebanyak 14 persen menyimpan antara Rp8 juta hingga Rp16 juta, sementara hanya 6 persen yang menyimpan lebih dari Rp48 juta.
Ryan McCarty, seorang perencana keuangan, menyarankan agar jumlah uang tunai yang disimpan di rumah sebaiknya tidak lebih dari 10 persen dari total dana darurat atau paling banyak sekitar Rp160 juta. Namun, itu adalah batas maksimum, bukan rekomendasi umum.
Sejumlah pakar, seperti Danielle Miura, bahkan merekomendasikan jumlah yang lebih kecil, yaitu cukup menyimpan dana tunai sekitar Rp1,6 juta hingga Rp3,2 juta saja di rumah.
Jumlah tersebut dianggap cukup untuk keperluan mendesak seperti membeli bensin, memberi tip kurir, atau kebutuhan kecil lainnya.
Sementara itu, Jesse Cramer dari Cobblestone Capital Advisors justru menyarankan agar jumlah uang tunai yang disimpan di rumah tidak melebihi Rp16 juta.
Hal ini karena menyimpan uang dalam jumlah besar di rumah berisiko tinggi, baik dari potensi pencurian, kebakaran, maupun dorongan untuk membelanjakannya secara tidak terencana.
Tips menyimpan uang tunai di rumah dengan aman
Jika Bunda memutuskan untuk menyimpan uang tunai di rumah, pastikan tempat penyimpanannya aman. Matthew Dailly, pakar finansial, menyarankan untuk menggunakan brankas yang tahan api dan air, serta terpasang permanen di rumah. Jangan lupa untuk memeriksa uang secara berkala agar tidak rusak atau usang.
Jay Zigmont menambahkan bahwa menyimpan uang tunai di rumah tak hanya berisiko hilang, tetapi juga dapat menimbulkan godaan untuk membelanjakannya secara impulsif.
Sebagai solusinya, ia menyarankan langkah yang lebih bijak, seperti memberikan kunci brankas kepada pasangan atau anggota keluarga lainnya agar akses terhadap uang tersebut lebih terkontrol.
Sementara itu, dikutip dari CNBC, jumlah uang tunai yang disarankan untuk disimpan di rumah berkisar antara Rp4,8 juta hingga Rp16 juta.
Besaran ini dapat disesuaikan dengan lokasi tempat tinggal dan potensi risiko seperti bencana alam atau gangguan sistem keuangan yang mungkin terjadi.
Simpan uang tunai seperlunya, prioritaskan dana darurat
Meskipun menyimpan uang tunai itu penting, bukan berarti seluruh dana darurat harus berada di rumah. Para ahli menyarankan agar dana darurat utama tetap disimpan di rekening tabungan berbunga tinggi.
Idealnya, Bunda disarankan memiliki dana darurat setidaknya untuk menutupi kebutuhan hidup selama tiga hingga enam bulan. Namun, bila Bunda bekerja di sektor yang berisiko tinggi terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK), sebaiknya siapkan cadangan dana untuk sembilan hingga dua belas bulan ke depan.
Bagi yang baru mulai menabung, tidak perlu merasa terbebani. Menurut Crystal McKeon, memiliki dana awal sebesar Rp16 juta saja sudah cukup untuk menutup kebutuhan seperti perbaikan mobil, kebutuhan medis kecil, atau perbaikan rumah ringan.
Semoga penjelasan mengenai jumlah uang tunai yang bisa disimpan di rumah dari para pakar bisa bermanfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(som/som)