TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengaku heran dengan aturan revisi Tata Tertib DPR RI yang memberikan wewenang DPR memecat pimpinan lembaga.
DPR merevisi Tata Tertib (Tatib) Nomor 1 Tahun 2020. Dalam revisi itu, DPR bisa mengevaluasi jabatan publik yang diemban melalui mekanisme fit and proper test.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kok tiba-tiba tata tertib DPR bisa mendelegitimasi atau mempersoalkan orang-orang yang pernah dipilih di rapat paripurna DPR," kata Bambang di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Februari 2025.
Menurut Bambang, kebijakan baru ini semata-mata taktik untuk mendelegitimasi seseorang sebagai pejabat negara. Wakil Ketua KPK 2011-2015 ini mempertanyakan bagaimana bisa pejabat negara dipecat oleh legislatif.
Pusat Studi Hukum Konstitusi Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) meminta DPR RI mencabut aturan tentang kewenangan tambahan untuk mengevaluasi pejabat lembaga negara.
"DPR (lebih baik) fokus mengoptimalkan fungsi dan kewenangan yang tersedia sehingga menghasilkan kerja-kerja yang membawa kepada kesejahteraan rakyat," kata peneliti PSHK UII, Yuniar Riza H, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 6 Februari 2025.
Yuniar mengatakan kewenangan tersebut secara tidak langsung memberikan kewenangan tambahan kepada DPR untuk melakukan evaluasi berkala yang berujung pada pencopotan atau pemberhentian pejabat lembaga negara.
Menurut Yuniar, tambahan kewenangan DPR tersebut telah mengeliminasi prinsip pembatasan kekuasaan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi dan mandat reformasi. Kewenangan tambahan tersebut, kata dia, merupakan kegagalan DPR dalam memahami sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Sebelumnya, revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib disahkan dalam rapat paripurna di gedung parlemen, Jakarta Pusat pada Selasa, 4 Februari 2025.
Revisi yang diajukan oleh Badan Legislasi (Baleg) adalah penambahan Pasal 228A di antara Pasal 228 dan Pasal 229 di dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020.
Pasal 228A ayat (1) berbunyi, “Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.”
Kemudian ayat (2) dari Pasal 228A berbunyi, “Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR RI untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.”
Nabiila Azzahra dan Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.