Guru Besar UGM yang Jadi Pelaku Kekerasan Seksual Diduga Masih Ikut Penelitan di Jepang

6 hours ago 4

TEMPO.CO, Yogyakarta - Guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto, diduga masih terlibat dalam riset penelitian kampus di Jepang. UGM telah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Edy sebagai dosen karena menjadi pelaku kekerasaan seksual.

Pilihan editor: Alasan Sesungguhnya Hasan Nasbi Mundur

Pendamping korban menyatakan Fakultas Farmasi UGM mendapatkan undangan berupa ajakan riset dari peneliti Jepang dengan menyebut nama Edy Meiyanto sebagai peneliti Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi. Sebelum dipecat sebagai dosen karena terbukti menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap belasan mahasiswa, Edy pernah menjadi Ketua CCRC, unit penelitian anti kanker. 

Dia juga mengatakan pejabat Fakultas Farmasi tak memberikan penjelasan kepada peneliti di Jepang yang menjadi kolega Edy Meiyanto dalam berbagai kerja sama riset. Selain itu, Edy juga masih menerima gaji sebagai aparatur sipil negara atau ASN. “Edy juga sedang proses mendaftar menjadi dosen di kampus luar Yogyakarta,” kata dia kepada Tempo, Kamis, 1 Mei 2025. Pendamping korban tidak mau namanya disebut.

Website UGM masih menampilkan informasi tentang Edy Meiyanto sebagai staf akademik. Edy menyelesaikan Program Doktor (S-3) Nara Institute of Science and Technology (NAIST) Jepang dengan keahlian onkologi molekuler. Minat penelitiannya pada pengembangan obat antikanker. 

Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana Sekolah Pascasarjana UGM pada 2015. Edy menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, Kerjasama, dan Pengembangan Fakultas Farmasi pada 2008-2012. 

Dekan Fakultas Farmasi Satibi menyatakan mencopot Edy sebagai Ketua CCRC pada 12 Juli 2024. Siaran pers Bidang Humas dan Pemberitaan UGM menyebut keputusan itu ditetapkan jauh hari sebelum proses pemeriksaan selesai hingga penjatuhan sanksi demi kepentingan korban dan memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas.

Satibi membantah dugaan keterlibatan Edy Meiyanto dalam riset peneliti Jepang. “Tidak benar,” kata dia dihubungi Tempo melalui pesan WhatsApp

Satibi tidak menjawab ihwal alasan Fakultas Farmasi tak memberikan penjelasan terhadap kolega atau jaringan peneliti di Jepang tentang kasus kekerasan seksual yang melibatkan Edy Meiyanto. “Semua sudah ditangani Universitas. Info satu pintu di Sekretaris UGM,” kata Satibi. 

Sekretaris Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Andi Sandi Antonius menyebutkan Edy Meiyanto masih menerima gaji sebagai ASN karena belum ada keputusan final tentang pelanggaran disiplin kepegawaian.

Majalah Tempo edisi 31 Maret-6 April 2025 menerbitkan tulisan berjudul Gelagat Cabul Profesor Pembimbing yang menjelaskan kasus kekerasan oleh Edy Meiyanto. Edy dituduh melecehkan mahasiswa S1, S2, dan S3 saat menjalani bimbingan skripsi, tesis, dan disertasi. Peristiwa itu berlangsung di kampus, rumah Edy di kawasan Minomartani, Sleman, dan sejumlah lokasi penelitian.

Jumlah korban yang melapor ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UGM ada 15 mahasiswa. Menurut korban, ada dua laporan korban berupa kekerasan verbal yang tidak dimasukkan oleh Satgas PPKS. Total kasus dalam kertas kerja yang dilaporkan korban ada 33 kejadian. Sejumlah korban bahkan mengalami kekerasan lebih dari satu kali. “Kampus kini tak perlu menutupi lagi. Semua orang juga sudah tahu,” kata seorang korban.

Pelaku yang juga penceramah masjid itu memijat tangan, memegang rambut mahasiswa dari balik jilbab, memegang pipi dan wajah, dan mencium pipi mahasiswa di rumahnya. Semua korban mengenakan jilbab.

Di kampus, modusnya adalah menyuruh mahasiswa memeriksa tensi darah supaya dia bisa memegang tangan korban. Pelaku juga meminta korban mengirimkan foto dan memaksa mahasiswa menghubungi di luar jam mengajar, bahkan saat malam.

Pemecatan sebagai dosen oleh UGM, kata korban, melegakan karena mereka tidak ingin korban semakin bertambah di Fakultas Farmasi. Para alumni Fakultas Farmasi yang menjadi korban menyambut baik pemecatan itu. Sebagian, kata dia mengekspresikannya dengan mengunggah pemberitaan media massa di akun media sosial mereka. “Kami merasa kuat karena banyak dukungan dari luar UGM dan ramai,” katanya.

Tempo dua kali mendatangi rumah Edy Meiyanto di kawasan Minomartani, Sleman untuk meminta konfirmasi mengenai tuduhan para korban. Namun, tak ada satu pun penghuni rumah muncul membukakan pintu. Tempo juga mengirimkan surat permohonan wawancara ke rumahnya. Edy juga tak membalas pesan permintaan wawancara yang dikirim ke nomor teleponnya.

Tempo mendengar informasi bahwa kolega Edy Meiyanto memintanya agar tidak bicara ke publik. Edy juga sempat bepergian ke luar Yogyakarta setelah kasus kekerasan seksual itu ramai menjadi perbincangan publik. “Para pendukungnya meminta dia menahan diri,” kata seorang korban.

Pilihan editor: Anak Bermasalah Mau Dititipkan ke TNI, Gubernur Jawa Tengah: Jangan Ngarang-ngarang

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online