Jakarta -
Pernahkah Bunda merasa cemas berlebihan tentang kesehatan atau keselamatan Si Kecil? Lalu Bunda sering sekali merasa harus memeriksa bayi terus-menerus, mencuci tangan berkali-kali, atau bahkan dihantui pikiran yang menakutkan?
Jika iya, bisa jadi Bunda mengalami obsessive-compulsive disorder (OCD) perinatal, yang terjadi selama kehamilan dan setelah melahirkan. Walaupun kekhawatiran sebagai ibu baru adalah hal yang wajar, namun tetap saja berbeda dengan OCD ya Bunda. OCD melibatkan obsesi berlebihan dan perilaku kompulsif yang sulit dikendalikan.
Menurut penelitian yang dipublikasikan BMC Pregnancy and Childbirth, sebanyak 1 dari 5 perempuan dipengaruhi oleh gangguan kecemasan pada periode peripartum dan kehamilan dan pasca persalinan dianggap sebagai periode yang rentan bagi orang tua baru untuk mengembangkan gangguan obsesif-kompulsif (OCD).
Sekitar 80 ibu dan 70 persen Ayah melaporkan beberapa kekhawatiran, terutama yang terkait dengan kesejahteraan bayi yang baru lahir, termasuk memeriksa, membersihkan, dan menjaga kebersihan, yang mungkin memiliki tujuan perlindungan dari sudut pandang evolusi selama periode ini.
Yuk, kita bahas lebih dalam tentang gejala, penyebab, serta cara mengatasinya!
Apa itu OCD perinatal?
OCD adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan pikiran obsesif (intrusif) dan perilaku kompulsif yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Ketika OCD terjadi saat hamil atau setelah melahirkan, ini disebut OCD perinatal.
OCD Perinatal adalah gangguan obsesif-kompulsif (OCD) yang terjadi selama kehamilan atau setelah melahirkan (periode perinatal). Kondisi ini ditandai dengan munculnya pikiran obsesif yang mengganggu dan tindakan kompulsif yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan, sering kali berkaitan dengan keselamatan bayi.
Menurut penelitian dalam Journal of Psychiatric Research, sekitar 7-11 persen ibu mengalami OCD perinatal, tetapi sering kali tidak terdiagnosis karena gejalanya mirip dengan kekhawatiran normal sebagai orang tua baru. Perubahan hormon, stres, dan kurangnya tidur setelah melahirkan bisa menjadi pemicu utama munculnya OCD ini.
Gejala OCD pada ibu hamil dan pasca melahirkan
Gejala obsessive-compulsive disorder (OCD) pada ibu hamil dan pasca melahirkan biasanya melibatkan pikiran obsesif yang mengganggu dan perilaku kompulsif untuk meredakan kecemasan. Gangguan ini dapat berdampak pada kesejahteraan ibu dan hubungannya dengan bayi.
Menurut penelitian yang dipublikasikan The American Journal of Psychiatry, disebutkan bahwa ibu dengan OCD perinatal lebih rentan mengalami depresi pasca melahirkan (postpartum depression) jika tidak segera ditangani.
OCD bisa muncul dengan berbagai cara, tetapi ada beberapa gejala umum yang sering dialami:
1. Obsesi berlebihan tentang keselamatan bayi
- Takut bayi jatuh dari tempat tidur atau gendongan, bahkan ketika sudah ekstra hati-hati.
- Cemas berlebihan tentang kebersihan bayi, misalnya takut bayi terkena kuman atau infeksi.
- Khawatir ada sesuatu yang salah dengan kesehatan bayi meskipun dokter sudah bilang semuanya baik-baik saja.
2. Pikiran intrusif yang tidak diinginkan
- Muncul bayangan atau pikiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada bayi.
- Takut tanpa alasan kalau secara tidak sengaja akan menyakiti bayi, seperti menjatuhkannya atau melakukan sesuatu yang berbahaya.
- Pikiran-pikiran ini biasanya membuat ibu merasa bersalah dan sedih, meskipun sebenarnya tidak pernah ingin menyakiti anaknya.
3. Perilaku kompulsif atau berulang
- Mencuci tangan berulang kali sebelum menyentuh bayi.
- Memeriksa bayi terus-menerus (misalnya, memastikan bayi bernapas dengan normal setiap beberapa menit).
- Menghindari benda atau situasi tertentu yang dianggap bisa membahayakan bayi, meskipun risikonya sebenarnya sangat kecil.
4. Gangguan emosi dan kehidupan sehari-hari
- Susah tidur, bukan karena bayi bangun, tapi karena terus merasa khawatir.
- Tidak bisa menikmati waktu bersama bayi karena dihantui kecemasan.
- Merasa bersalah atau takut dianggap ibu yang buruk.
Penyebab OCD pada ibu hamil dan pasca melahirkan
Penyebab obsessive-compulsive disorder (OCD) pada ibu hamil dan pasca melahirkan tidak sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kemunculan atau memperburuk gejalanya.
Berikut beberapa faktor yang bisa menyebabkan OCD perinatal:
1. Perubahan hormon
Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron turun drastis. Perubahan ini bisa memengaruhi suasana hati dan memicu kecemasan berlebihan.
2. Riwayat OCD atau gangguan kecemasan sebelumnya
Jika sebelum hamil pernah mengalami OCD atau kecemasan, kemungkinan besar kondisi ini bisa kambuh atau semakin parah.
3. Tekanan dan tren sebagai ibu baru
Kurangnya tidur, kelelahan, serta tanggung jawab baru bisa memperparah kecemasan. Selain itu, rasa takut tidak menjadi ibu yang sempurna juga bisa menambah beban mental Bunda.
4. Kurangnya dukungan sosial
Ibu yang merasa tidak mendapat cukup dukungan dari pasangan atau keluarga cenderung lebih mudah mengalami OCD perinatal.
Bagaimana cara mengatasi OCD perinatal?
Kalau Bunda mengalami gejala OCD, jangan panik! Menurut penelitian yang dipublikasikan Archives of Women’s Mental Health, 80 persen ibu dengan OCD perinatal mengalami perbaikan setelah mendapatkan perawatan. Selain itu kondisi ini bisa dikelola dengan beberapa cara berikut:
1. Cari bantuan profesional
Jika kecemasan sudah mengganggu kehidupan sehari-hari Bunda, jangan ragu berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Terapi seperti cognitive behavioral therapy (CBT) telah terbukti efektif membantu ibu dengan OCD.
2. Terapi kognitif perilaku (CBT)
CBT membantu mengidentifikasi pola pikir obsesif dan mengubah reaksi kompulsif. Banyak ibu yang merasa lebih baik setelah menjalani terapi ini selama beberapa bulan.
3. Dukungan dari keluarga dan pasangan
Jangan ragu untuk berbicara dengan pasangan atau keluarga tentang perasaan yang dialami. Minta bantuan dalam merawat bayi agar tidak terlalu stres.
4. Latihan relaksasi
Coba teknik pernapasan dalam, meditasi, atau yoga untuk menenangkan pikiran. Pastikan Bunda tidur cukup, karena kurang tidur bisa memperparah kecemasan.
5. Obat-obatan (jika diperlukan)
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang aman untuk ibu menyusui.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)