TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan ratusan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) melakukan evaluasi setiap hari. Evaluasi harian tersebut termasuk membahas menu MBG, yang berbeda di setiap daerah.
Menu makan siang yang diterima anak-anak sekolah kerap menjadi polemik sejak program MBG resmi diluncurkan pada 6 Januari 2025. Sejak itu, ramai muncul kritik dan keluhan dari para murid penerima MBG bahwa menu makanan yang mereka terima tidak enak rasanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dadan Hindayana mengatakan SPPG – yang bertugas menyiapkan hingga mendistribusikan makan bergizi gratis kepada sekolah-sekolah sasaran – melakukan evaluasi menu bersama-sama tiap hari. “Tiap hari semua SPPG berkoordinasi untuk evaluasi harian,” kata Dadan saat dihubungi pada Kamis, 30 Januari 2025.
Ia menekankan, tiap SPPG memang memiliki menu berbeda yang disesuaikan dengan daerah masing-masing. “Yang penting standar kebutuhan kalori untuk tiap tahap perkembangan terpenuhi, standar kebutuhan kalori terpenuhi,” ujar Dadan.
Menu MBG kembali menjadi pembicaraan publik setelah Dadan mengatakan serangga bisa menjadi alternatif sumber protein dalam sajian makanan. Ia menjelaskan bahwa menu MBG dirancang berdasarkan potensi lokal, sehingga daerah tertentu dapat memanfaatkan serangga yang sudah umum dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
“Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga (seperti) belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein,” kata Dadan dalam pemaparannya di Rapimnas Perempuan Indonesia Raya, Sabtu, 25 Januari 2025.
Dadan menuturkan bahwa nantinya di tiap SPPG, BGN bakal merekrut ahli gizi. Tujuannya, kata dia, untuk menyusun menu lokal yang berbasis dengan potensi sumber daya ataupun kesukaan di masing-masing daerah.
Anggota Komisi X DPR RI Alifudin meminta BGN mengkaji lebih dalam usulan serangga menjadi bagian dari menu MBG. Dia juga meminta agar lembaga yang menjadi mitra Komisi X itu untuk berhati-hati dalam proses pengambilan kebijakan terhadap wacana tersebut.
“Harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama anak-anak,” kata Alifudin dalam keterangannya, Rabu, 29 Januari 2025.
Sukma Kanthi Nurani dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.