TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Bidang Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Edi Oloan Pasaribu menyoroti banyaknya daerah yang harus menggelar pemilihan kepala daerah ulang, tahun ini. Ia mengatakan pemungutan suara ulang (PSU) dapat terjadi di antaranya akibat ketidakcermatan dan kekeliruan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam memverifikasi syarat pencalonan.
"Ada 24 daerah yang menyelenggarakan PSU. Ini jadi persoalan," kata Edi di kompleks DPR, Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mempertanyakan kompetensi KPU di daerah dalam menyelenggarakan Pilkada 2024. Sebab semakin banyaknya jumlah daerah yang harus menyelenggarakan PSU sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi menjadi bukti bahwa penyelenggara pemilu cukup longgar dalam melaksanakan ketentuan pilkada.
Politikus Partai Amanat Nasional ini berharap KPU di daerah dapat mengevaluasi kesalahan dalam menyiapkan PSU nantinya. Penyelenggara pilkada juga mesti mengawasinya secara lebih ketat untuk menghindari terjadinya kesalahan serupa. "Tidak boleh lagi ada masalah," kata dia.
Pemungutan suara ulang di 24 daerah merupakan perintah dari putusan Mahkamah Konstitusi terhadap sengketa perselisihan hasil pilkada 2024, yang dibacakan pada Senin, 24 Februari 2025. Mahkamah Konstitusi memberikan tenggat waktu pelaksanaan PSU yang berbeda-beda di masing-masing daerah. Tenggat waktu tersebut bervariasi, mulai dari 30 hari hingga 180 hari, yang terhitung sejak pembacaan putusan. Sesuai dengan putusan MK, sebanyak 14 daerah dipertintahkan untuk menyelenggarakan PSU di seluruh tempat pemungutan suara.
Dari jumlah tersebut, tidak semua daerah sanggup mendanai pilkada ulang tersebut. Sesuai dengan data Kementerian Dalam Negeri, sebanyak 16 daerah tidak sanggup mendanai PSU itu.
Edi Oloan Pasaribu mengatakan Komisi II DPR bersama KPU dan Bawaslu sudah membahas persoalan tersebut, Kamis kemarin. Hasilnya, DPR mendorong pemerintah pusat agar membantu pelaksanaan PSU di sejumlah daerah yang mengalami kesulitan anggaran.
"Soal APBN dan Pasal 166 ayat (1) itu sudah jadi kesimpulan. Yang penting PSU dilakukan dengan ketat dan cermat," katanya.
KPU belum berhasil dikonfirmasi mengenai tudingan kesalahan pelaksanaan pilkada 2024 yang dialamatkan ke mereka. Tapi KPU sebelumnya sudah menyatakan kesiapannya untuk menggelar PSU.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti tingginya jumlah daerah menggelar PSU tersebut. Peneliti Perludem, Haykal, mengatakan jumlah daerah yang menggelar PSU di Pilkada 2024 naik 25 persen dibandinkan pilkada serentak sebelumnya. Pada Pilkada 2021, terdapat 16 daerah yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk menyelenggarakan PSU. Tapi hanya 2 daerah di antaranya diperintahkan untuk menyelenggarakan PSU di seluruh tempat pemungutan suara.
"Ini jadi salah satu indikasi telah terjadi permasalahan dalam proses penyelenggaraan pilkada," kata Haykal.