TEMPO.CO, Jakarta - Lokataru Foundation resmi melaporkan sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ke Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada 14 Januari 2025 lalu. Pelaporan tersebut didasari atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK selama proses sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah.
“Dugaan pelanggaran tersebut terkait prinsip kecakapan dan keseksamaan, serta prinsip kearifan dan kebijaksanaan dalam menangani perkara,” kata Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen dalam keterangan resminya pada Selasa, 21 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delpedro mengatakan dugaan pelanggaran tersebut mencakup tindakan anomali dan maladministrasi selama tahapan penetapan pihak terkait. Pengajuan Lokataru Foundation selaku lembaga pemantau pemilu yang terverifikasi oleh KPU yang ditolak oleh MK dinilai menyimpangi prosedur yang ada.
Ia menuturkan, rapat permusyawaratan hakim (RPH) mengenai penetapan pihak terkait pada 6 Januari 2025 lalu dilaksanakan di hari yang sama dengan tahapan pendaftaran pihak terkait. Pendaftaran sendiri dibuka oleh MK sejak pukul 08.00 WIB dan baru selesai diverifikasi pada pukul 21.00 WIB. Namun, hasil RPH tersebut langsung diumumkan pada hari yang sama.
“Dengan waktu yang sangat terbatas, mustahil para hakim dapat menelaah permohonan secara mendalam dan objektif,” ujar Delpedro.
Delpedro menuturkan Lokataru mengajukan sebelas permohonan dalam perkara sengketa pilkada di MK. Lima permohonan di antaranya tidak memperoleh ketetapan dari MK apakah diterima atau ditolak. Ketetapan baru didapat pada 16 Januari 2025, setelah dilaksanakan RPH kedua pada 14 Januari 2025.
Hal tersebut dinilai melampaui batas waktu yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2024.
“Ketentuan MK mengharuskan ketetapan diterbitkan paling lambat dua hari kerja sebelum sidang pemeriksaan pendahuluan. Namun faktanya, ketetapan baru kami terima di hari sidang, yang jelas melanggar aturan yang dibuat MK sendiri,” ujar Fandi Denisatria, kuasa hukum Lokataru.
Melalui laporan ini, Delpedro berharap MKMK dapat melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi. Selain itu, Lokataru juga menekankan pentingnya penerapan standar pemilu yang lebih adaptif terhadap kondisi lokal, khususnya di wilayah yang rentan seperti Papua.
MK kembali melanjutkan sidang sengketa perselisihan hasil pilkada pada Jumat, 17 Januari 2025. Agenda sidang lanjutan ini diagendakan untuk mendengarkan jawaban dari termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum atau KPU di tiap-tiap daerah, serta mendengarkan keterangan Pihak Terkait dan Bawaslu. Sebelumnya MK telah menyelenggarakan sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap 310 perkara.