Massa Aksi Tolak UU TNI di Malang dan Surabaya Mendapat Kekerasan dari Aparat

3 days ago 14

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani mengesahkan Revisi UU TNI dalam sidang paripurna yang digelar pada Kamis, 20 Maret 2025. 

“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang atas perubahan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” ujar Puan dalam sidang paripurna yang mendapat persetujuan anggota dewan yang hadir.

Namun, penetapan RUU TNI tersebut menuai gejolak dari masyarakat. Menurut masyarakat, penerapan UU TNI tersebut merupakan instrumen yang dapat mengembalikan dwifungsi TNI sehingga muncul berbagai aksi demonstrasi. Masyarakat turun ke jalan untuk tuntut penolakan UU TNI kepada dewan rakyat. Namun, aksi nirkekerasan tersebut mendapat respon buruk dari aparat, baik polisi maupun TNI.

Kekerasan terhadap Tim Medis, Pers Mahasiswa, dan Massa Aksi Malang

Dalam aksi demo yang dilakukan di Kota Malang, terjadi kericuhan dan kekerasan terhadap para penolak UU TNI oleh aparat gabungan keamanan di depan kantor parlemen Kota Malang pada Minggu, 23 Maret 2025.

Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang Delta Nishfu, dirinya bersama tujuh anggota PPMI dari berbagai perguruan tinggi menjadi korban kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa tersebut. 

“Tanganku memar, enggak bisa nyetir (sepeda motor) karena waktu kejadian aku sempat diseret, terus dipukuli dan hampir dibawa (diamankan) polisi,” ujar Delta.

Delapan jurnalis mahasiswa tersebut dibentak, dimaki-maki, diseret, dan dipukuli para polisi dan militer. 

Menurut dokumen rilis kronologi dan pernyataan sikap PPMI, para aparat memukul mundur demonstran dari dua arah. Beberapa polisi memukul mundur massa aksi dari arah timur balai kota, sementara dari arah Jalan Majapahit Malang para polisi sudah bersiap dengan peralatan mereka. Para polisi gabungan berlari dan mengejar para demonstran. 

Tidak hanya jurnalis dan massa aksi, para tenaga medis juga menjadi korban kekerasan aparat gabungan. Tim medis dan pendamping hukum yang telah melakukan mobilisasi atas laporan adanya massa aksi yang terluka mendapatkan tindakan pemukulan, kekerasan seksual, dan ancaman pembunuhan secara verbal dari aparat tersebut. Tim paramedis dipukul mundur dari posko. Beberapa alat medis dan obat-obatan tim medis tidak lagi dapat diselamatkan.

Penangkapan Massa Aksi dan Pelepasan Gas Air Mata di Surabaya

Unjuk rasa di Surabaya turut berujung rusuh saat polisi melepaskan gas air mata dan water cannon untuk menghalau massa dari depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya pada Senin, 24 Maret 2025. Massa aksi terdiri dari kelompok masyarakat sipil dan membawa berbagai spanduk penolakan UU TNI.

Pihak kepolisian awalnya menahan diri dari lemparan botol dan batu hingga akhirnya menembakkan gas air mata. Setelah pelepasan gas air mata, beberapa aparat mulai memboyong salah satu pendemo yang dituduh membawa bom molotov dan mabuk. Namun, pendemo tersebut tidak terbukti membawa bom molotov.

Massa aksi tetap bertahan di lokasi demo hingga sore hari. Tetapi, pihak aparat mulai berusaha membubarkan massa secara paksa dengan tim dan mobil rantis Brimob hingga para peserta demo berlarian sejauh 700 meter hingga Jalan Pemuda atau Plaza Surabaya. 

Berdasarkan laporan, dapat diketahui bahwa terdapat 25 demonstran yang diamankan di Polrestabes Surabaya. 

Koordinator Divisi Advokasi KontraS Surabaya Fatkhul Khoir mengonfirmasi hal itu. “Belum ada yang dibebaskan,” kata Djuir, sapaan akrabnya kepada Tempo.

Hammam Izzuddin, Abdi Purmono, dan Hanaa Septiana berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Kronologi Kekerasan yang Dialami Demnonstran Penolak UU TNI di Kota Malang

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online