Mengenal Asal Usul Bahrain Negara yang Dijuluki Mutiara Teluk Persia/Foto: dowizzie
Jakarta, Insertlive -
Bahrain, sebuah negara yang berada di Teluk Persia, memiliki julukan menarik. Negara kepulauan ini dijuluki Mutiara Teluk Persia (Pearl of the Persian Gulf). Berikut adalah sejarah di balik julukan tersebut.
Mengacu pada laman Bahrain Authority for Culture's Antiquities, Kerajaan Bahrain, yang sering disebut Bahrain, adalah negara kepulauan dengan 33 pulau. Letaknya berada di Teluk Persia, di antara Kerajaan Arab Saudi dan Qatar.
Negara ini dikenal dengan julukan Mutiara Teluk Persia. Di balik sebutan tersebut, terdapat sejarah panjang yang menarik untuk dijelajahi. Berikut ini adalah penjelasan lengkap tentang sejarah yang membuat Bahrain dikenal sebagai Pearl of the Persian Gulf.
Sekilas mengenai Mutiara dan sektor industrinya di Bahrain
Dikutip dari situs Pearling Path yang dikelola oleh Bahrain Authority for Culture and Antiquities, industri mutiara terdapat di Pemukiman Lama Muharraq, yang dulunya merupakan ibu kota Bahrain. Selama berabad-abad, Muharraq telah menjadi kota dengan produksi mutiara yang paling aktif dan makmur di Teluk Persia/Arab.
Hal itu disebabkan karena kota ini merupakan tempat tinggal para penyelam mutiara. Selain itu, semua orang di Muharraq ikut terlibat dalam produksi mutiara atau bagian industri pasokannya. Dengan begitu, Muharraq telah menjadi kota yang sangat makmur.
Sepanjang sejarahnya, dari abad ke-3 SM hingga awal abad ke-20, Bahrain berfungsi sebagai pusat perikanan mutiara alami. Permintaan akan mutiara mencapai puncaknya pada tahun 1911-1912. Namun, beberapa tahun kemudian, berbagai peristiwa menyebabkan industri mutiara ini mengalami penurunan dan akhirnya menghilang.
Selain itu, mengutip dari The New York Times, Peradaban Kuno Dilmun bertanggung jawab atas perdagangan mutiara dan sirup kurma sejak 3000 SM. Berkat kombinasi air tawar alami dan air asin dari Teluk Persia, mutiara berkembang dengan baik di dalam tiram.
Mutiara yang dihasilkan di Bahrain juga bukan sembarangan. Berdasarkan informasi dari laman Danat, mutiara Bahrain dikenal karena kemurnian, kecemerlangan, dan keindahannya yang luar biasa.
Dikenal sebagai Natural Arabian Gulf Pearls, mutiara dari Bahrain memiliki kilauan yang mempesona dengan warna bervariasi dari putih hingga kuning muda. Harganya lebih mahal dibandingkan dengan mutiara budidaya yang kini banyak dijual.
Pasalnya, mutiara alami yang tidak dibudidayakan cukup sulit untuk ditemukan. Selain itu, perbedaan ukuran dan kilau juga berpengaruh pada harga yang lebih tinggi. Ini sangat berbeda dengan mutiara budidaya yang biasanya memiliki bentuk dan ukuran seragam.
Rangkuman Kronologi Industri Mutiara di Bahrain
Dikutip dari laman Kari Pearls, salah satu bukti paling awal tentang mutiara Bahrain dicatat oleh penulis Yunani, Megasthenes, yang turut serta dalam ekspedisi penaklukan Asia oleh Seleucus Nicator, Jenderal Makedonia, sekitar tahun 307 SM. Setelah itu, berbagai catatan tentang industri ini muncul, termasuk dari sejarawan Yunani, Isidorus.
"Tetapi (mutiara) yang paling sempurna dan indah dari semua yang lain adalah yang didapat di sekitar Arabia, di dalam Teluk Persia." tulis Pliny, seorang penulis Romawi, dalam bukunya, Historia Naturalis, tepatnya di Bab 35.
Pada abad ke-9, perikanan mutiara dicatat oleh Massoudi, salah satu ahli geografi Arab paling awal. Menjelang akhir abad ke-12, perikanan mutiara Bahrain juga didatangi dan dideskripsikan oleh pengelana Spanyol-Ibrani, Rabbi Benjamin dari Tudela. Ibnu Batuta pun mencatatnya selama perjalanan sekitar 1336.
Pada 1508, Lodovico Barthema mencatat detail tentang cara para penyelam Bahrain mengambil mutiara dari laut.
"Dalam perjalanan tiga hari dari pulau ini, mereka menangkap mutiara terbesar yang ditemukan di dunia; dan siapa pun yang ingin mengetahuinya, lihatlah! Ada beberapa nelayan yang pergi ke sana dengan perahu kecil dan melemparkan dua batu besar yang diikatkan ke tali ke dalam air, satu di haluan, yang lain di buritan setiap perahu untuk menahannya di tempatnya," tulisnya.
"Salah satu nelayan menggantungkan karung di lehernya, mengikatkan batu besar ke kakinya, dan turun ke dasar-sekitar lima belas langkah di bawah air, di mana ia tinggal selama mungkin, mencari tiram yang mengandung mutiara, dan memasukkan sebanyak yang ia temukan ke dalam karungnya. Ketika ia tidak dapat tinggal lebih lama lagi, ia membuang bayu yang diikatkan ke kakinya, dan naik melalui salah satu tali yang diikatkan ke perahu. Ada begitu banyak yang terkait dengan bisnis ini sehingga Anda akan sering melihat 300 perahu kecil ini yang datang dari banyak negara," sambungnya.
Tak lama setelah Barthema mengunjungi tempat itu, Portugis berhasil menguasai pelabuhan-pelabuhan utama di Teluk Persia. Di bawah pimpinan Albuquerque, mereka kemudian mengenakan pajak tinggi pada perikanan mutiara Bahrain selama hampir satu abad.
Pada 1838, seorang perwira yang bertugas di British India menjelaskan bahwa perikanan di Bahrain melibatkan 4.300 perahu dengan 30.000 awak. Dari jumlah tersebut, 3.500 perahu berasal dari Bahrain, 100 dari pantai Persia, dan 700 dari pantai bajak laut. Singkatnya, bisnis mutiara Bahrain berkembang pesat, memakmurkan wilayahnya hingga kejatuhannya di abad ke-20.
Runtuhnya Industri Mutiara Bahrain
Mengacu kembali pada The New York Times, keruntuhan industri mutiara Bahrain pada awal 1930-an disebabkan oleh tiga faktor utama:
1. Penciptaan mutiara bulat sempurna oleh Jepang
Jepang mengembangkan mutiara budidaya dengan harga lebih murah dan bentuk bulat sempurna di laboratorium dengan campur tangan manusia. Menurut Web Japan, pengembangan ini dimulai pada tahun 1910 di bagian selatan Prefektur Mie.
2. Krisis keuangan global 1929
Berdasarkan Britannica, krisis ekonomi dunia antara tahun 1929 hingga 1939 menyebabkan penurunan produksi, peningkatan pengangguran, dan deflasi parah di banyak negara.
3. Penemuan minyak di Bahrain pada 1932
Menurut Synergia Foundation, sumur minyak pertama Bahrain ditemukan di bawah Jebel Dukhan pada 1932 oleh Bahrain Petroleum Company (BAPCO). Awalnya, sumur tersebut menghasilkan 9.600 barel per hari, dan produksinya meningkat hingga 70.000 barel per hari pada 1970-an sebelum stabil di sekitar 35.000 barel per hari.
(czt)
Tonton juga video berikut: