Menteri HAM Usulkan Pembentukan UU Kebebasan Beragama

15 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri HAM Natalius Pigai mengusulkan pembentukan Undang-Undang atau UU Kebebasan Beragama. Pembentukan regulasi hukum tersebut, kata Natalius, dimaksudkan untuk memberikan jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami menginginkan untuk ke depan harus ada Undang-Undang Kebebasan Beragama,” kata Natalius dalam agenda konferensi pers di Kementerian HAM pada Selasa, 11 Maret 2025.

Natalius menjelaskan, dirinya memilih untuk menggunakan frasa ‘kebebasan beragama’ dibandingkan ‘perlindungan umat beragama’ bukan tanpa alasan. Penggunaan frasa ‘perlindungan umat beragama’, menurut dia, menciptakan konotasi bahwa penyerangan terhadap kebebasan beragama sudah dan masih terus terjadi.

“Itu seakan-akan kita menerima fakta adanya pengekangan kebebasan (beragama). Negara tidak boleh mengakui dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama,” ucap Natalius kala itu. 

Meskipun begitu, Natalius mengatakan penamaan untuk regulasi tersebut nantinya masih bersifat fleksibel. Ia membuka ruang diskusi untuk memberikan nama bagi produk hukum yang akan dibuat tersebut nantinya.

“Saya kira (usulan nama) ini bisa diperdebatkan, ini saya baru memancing (diskusi),” ujar mantan Komisioner Komnas HAM tersebut.

Natalius sendiri mengatakan, keinginannya untuk merumuskan regulasi yang menjamin kebebasan beragama tersebut didasari oleh hasil riset The Economist Intelligence Unit (EIU), sebuah lembaga riset dan analisis yang berpusat di London, Inggris. Hasil riset terbaru lembaga tersebut menunjukkan kebebasan sipil, termasuk juga kebebasan beragama di Indonesia masih sangat kurang.

“Suatu saat Undang-Undang Kebebasan Umat beragama harus menjadi salah satu apa yang dipertimbangkan,” katanya menjelaskan.

Diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama, dalam hal ini umat beragama yang agamanya tidak diakui secara resmi oleh negara disebut oleh Natalius masih sering terjadi. Hal tersebut yang menurut dirinya menjadi salah satu biang keladi terus anjloknya indeks demokrasi Indonesia.

Koordinator Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) Setyawan Budi sempat menyebutkan bentuk diskriminasi yang acapkali diterima kelompok minoritas agama. Ia mencontohkan dengan keberadaan kolom agama dalam kartu tanda penduduk atau KTP yang cukup menjadi hambatan bagi beberapa kelompok minoritas agama dan penghayat kepercayaan. 

“Ketika mereka meninggal dunia, layanan pemakaman di beberapa daerah khususnya di Jawa Tengah itu masih ada kesulitan-kesulitan ketika teman penghayat hendak mengakses layanan-layanan tersebut,” ujarnya ketika dihubungi pada Selasa, 7 Januari 2025.

Sebagai bagian dari kelompok minoritas agama, Wawan berpendapat ada baiknya pencantuman kolom agama lebih baik dihapuskan. Ia mengatakan, seharusnya persoalan agama dan keyakinan dikembalikan ke ranah privat tanpa campur tangan negara.

“Pemerintah ngapain sih sampai bikin susah, mendingan (kolom agama) itu nggak usah ada sekalian. Kita ini kan kadang terlalu ngurusin ruang-ruang privat,” ujarnya.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online