Negara Ini Cabut Rekomendasi Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil, Picu Perdebatan Pakar

2 days ago 17

Jakarta -

Menteri Kesehatan Amerika Serikat (AS) Robert F. Kennedy Jr. tidak lagi merekomendasikan vaksin COVID-19 untuk ibu hamil dan anak-anak. Hal tersebut disampaikan Kennedy dalam sebuah video yang diunggah di akun X miliknya pada 27 Mei 2025.

Dalam keterangannya ini, Kennedy mengungkap bahwa ibu hamil dan anak-anak, terutama yang sehat, tidak lagi masuk daftar penerima vaksin yang direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS.

"Saya sangat senang mengumumkan bahwa mulai hari ini, vaksin COVID untuk anak-anak yang sehat dan ibu hamil yang sehat telah dihapus dari jadwal imunisasi yang direkomendasikan CDC," kata Kennedy, dikutip dari NPR.

Pengumuman tersebut memicu perdebatan dari pakar kesehatan, Bunda. Pasalnya, panduan dari CDC dan peneliti lain mengatakan bahwa ibu hamil masuk dalam kelompok berisiko tinggi yang harus menerima vaksin booster.

"Meskipun ada perubahan dalam rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, ilmu pengetahuan tidak berubah," kata presiden American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), Dr. Steven Fleischman, dilansir laman Time.

"Sangat jelas bahwa infeksi COVID selama kehamilan dapat menjadi bencana besar dan menyebabkan kecacatan parah, dan dapat menyebabkan konsekuensi yang menghancurkan bagi keluarga. Vaksin COVID aman selama kehamilan dan vaksinasi dapat melindungi pasien dan bayi mereka."

Hal yang sama juga disampaikan presiden Infectious Diseases Society of America (IDSA), Dr. Tina Tan, dan ketua American Academy of Pediatrics Committee on Infectious Diseases, Dr. Sean O'Leary.

Tan mengatakan bahwa COVID-19 dapat meningkatkan risiko pada ibu hamil, seperti persalinan dan kelahiran prematur, preeklamsia, cedera jantung, pembekuan darah, hipertensi, dan kerusakan ginjal pada ibu hamil. Sementara menurut O'Leary, ibu hamil berisiko tinggi dirawat di rumah sakit bila terkena COVID-19.

"Dengan mencabut rekomendasi, keputusan tersebut dapat menghilangkan pilihan bagi keluarga. Yang jelas adalah bahwa ibu hamil, bayi, dan anak kecil berisiko lebih tinggi dirawat di rumah sakit akibat COVID, dan keamanan vaksin COVID telah dibuktikan secara luas," ungkap O'Leary.

COVID-19 dan kehamilan

Kasus COVID-19 kembali ditemukan di berbagai belahan dunia. Belakangan, kasusnya bahkan tengah mengalami peningkatan di kawasan Asia Tenggara.

Baru-baru ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengeluarkan surat edaran tentang kewaspadaan terhadap penyakit tersebut. Dalam surat edaran dijelaskan, peningkatan kasus COVID-19 di kawasan Asia terjadi sejak minggu ke-12 tahun 2025 hingga saat edaran tersebut dikeluarkan (23 Mei 2025). Beberapa negara yang mengalami peningkatan kasus adalah Thailand, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura.

Ibu hamil yang terjangkit COVID-19 memang lebih mungkin mengalami sakit parah dan dirawat di rumah sakit, dibandingkan ibu dengan usia dan demografi sama yang tidak hamil, terutama di awal pandemi.

Analisis terhadap 435 penelitian dari seluruh dunia pada tahun 2019-2020 menemukan bahwa ibu hamil dan baru saja hamil yang terinfeksi COVI19 lebih mungkin berakhir di unit perawatan intensif, menggunakan ventilator invasif, dan meninggal dibandingkan perempuan yang tidak hamil tetapi memiliki profil kesehatan yang sama. Hal tersebut terjadi sebelum vaksin tersedia untuk umum.

Profesor kebidanan dan ginekologi klinis di David Geffen School of Medicine di UCLA, Dr. Neil Silverman, mengatakan bahwa ia masih melihat lebih banyak hasil buruk pada pasien hamil yang mengidap COVID-19. Risiko yang parah berfluktuasi seiring munculnya varian baru dan tersedianya vaksinasi, dengan tingkat ancaman yang masih signifikan.

"Apa pun yang dikatakan politik, sains adalah sains, dan kita tahu bahwa secara objektif, pasien hamil memiliki risiko komplikasi yang jauh lebih tinggi," kata Silverman.

Alasan ibu hamil masuk kelompok berisiko tinggi

Peningkatan risiko COVID-19 pada ibu hamil terjadi karena kehamilan mengubah sistem kekebalan tubuh. Hal itu membuat ibu hamil menjadi rentan jatuh sakit dan kesulitan melawan infeksi.

"Memang ada penekanan kekebalan tubuh alami yang membuat tubuh ibu tidak menyerang janin yang sedang berkembang. Namun, meskipun ibu masih memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi, sistem itu tidak berfungsi dengan kapasitas penuh," ungkap ahli virologi di University of Saskatchewan, Angela Rasmussen.

Selain mengubah cara kerja sistem imun tubuh, kehamilan juga membuat ibu hamil lima kali lebih mungkin mengalami pembekuan darah. Risiko tersebut meningkat bila mereka tertular COVID.

Pembekuan darah tersebut dapat sangat berbahaya bagi ibu hamil dan bayinya, Bunda. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis dan CDC, peradangan dan pembekuan darah di plasenta dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko lahir mati, terutama dari varian COVID tertentu.

Ketika plasenta mengalami peradangan, darah yang membawa oksigen dan nutrisi akan lebih sulit mencapai bayi. Pada akhirnya, hal tersebut dapat memengaruhi kemampuan janin untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Menurut studi dari CDC yang terbit pada September 2024, hampir 90 persen bayi yang harus dirawat di rumah sakit karena COVID-19 lahir dari ibu yang tidak mendapatkan vaksin saat hamil. Studi tersebut menggunakan data medis di 12 negara bagian AS, yang dikumpulkan antara Oktober 2022 dan April 2024.

Studi juga melaporkan, sekitar 1 dari 5 bayi (tidak termasuk bayi baru lahir) yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 memerlukan perawatan intensif, dan hampir satu dari 20 memerlukan ventilator.

Keputusan pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menghapus vaksin COVID-19 bagi ibu hamil tentu akan membuat perubahan besar. Itu artinya, perusahaan asuransi mungkin tidak akan lagi menanggung biaya vaksin, sehingga uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan secara pribadi bisa mencapai ratusan dolar AS.

"Saya tidak ingin menjadi dokter yang hanya berkata, 'Yah, ini sangat penting. Anda harus mendapatkan vaksin untuk diri sendiri dan anak-anak apa pun yang terjadi, bahkan jika harus membayarnya sendiri'. Itu karena setiap orang memiliki prioritas dan masalah anggaran masing-masing, terutama dalam iklim ekonomi saat ini," kata Silverman.

"Saya tidak bisa memberi tahu keluarga bahwa vaksin lebih penting daripada memberi makan anak-anak mereka."

Meski begitu, Silverman dan rekan-rekannya akan tetap mencoba menyarankan ibu hamil untuk mendapatkan vaksin COVID-19. "Bayi baru lahir sama sekali tidak akan terpapar COVID. Vaksinasi ibu hamil yang dapat melindungi bayi baru lahir tetap menjadi alasan yang sah untuk melanjutkan upaya ini," ungkapnya.

Demikian berita terkait perkembangan vaksin COVID-19 untuk ibu hamil, terutama di AS. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/rap)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online