Operator Jepang Bersatu Dalam Tanggap Bencana, Bisa Ditiru Indonesia

4 days ago 8

Selular.ID – Empat grup telekomunikasi Jepang meluncurkan kerangka kerja baru yang dirancang untuk meningkatkan kerja sama jika terjadi bencana besar dengan berbagi aset utama guna memastikan jaringan komunikasi negara kepulauan itu bisa pulih dengan cepat.

Kerangka kerja tersebut, yang mulai berlaku pada 1 Desember 2024, menambahkan SoftBank Corp dan Rakuten Mobile ke proyek Connect to Change yang dipimpin oleh dua operator lainnya, yaitu NTT Group dan KDDI.

Langkah ini ditujukan untuk mempercepat pemulihan jaringan backhaul stasiun pangkalan selular di wilayah yang terkena bencana.

Keempat grup perusahaan tersebut akan berbagi aset seperti kapal yang dilengkapi stasiun pangkalan, fasilitas jaringan, lokasi penyimpanan, dan stasiun pengisian bahan bakar.

NTT Group dan KDDI sebelumnya mengembangkan sistem untuk menggunakan kapal-kapal peletakan kabel mereka guna mengangkut pasokan bantuan dan menyebarkan stasiun pangkalan berbasis kapal.

Operator telepon selular dan telepon tetap juga sepakat untuk berbagi informasi penting yang diperlukan untuk menilai kerusakan dan memulihkan jaringan.

Termasuk mengidentifikasi masalah dalam jaringan telepon tetap yang mengganggu jaringan di lokasi-lokasi penting seperti fasilitas kota dan rumah sakit.

Sebagai mana diketahui, Jepang dikenal sebagai negara yang sering mengalami bencana alam, sebab terletak pada lempeng litosfer bumi.

Litosfer itu sendiri merupakan kerak bumi terluar yang tercipta dari lempeng-lempeng tektonik yang tidak mudah bergeser atau bergerak. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Jepang adalah gempa bumi.

Kekuatan gempa tersebut bervariasi, mulai dari magnitudo 3,0 atau bahkan lebih. Perlu diketahui bahwa Jepang mempunyai data seismik yang paling padat dibanding negara-negara lain.

Meskipun demikian, Jepang seakan sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana yang bisa datang kapan saja.

Negeri Sakura ini telah bertransformasi sebagai negara tangguh bencana yang menginspirasi. Pelatihan mitigasi bencana bahkan telah diajarkan kepada masyarakat Jepang sejak anak-anak.

Di sisi lain, kemajuan teknologi juga membuat antisipasi terhadap gempa dapat dilakukan lebih cepat, sehingga mengurangi potensi kerusakan hingga korban jiwa.

Dalam hal ini, pemerintah Jepang telah mengembangkan teknologi pendeteksi gempa bumi, yakni J-alert. Teknologi ini bermula pada 2007, dan dikembangkan oleh Badan Penanggulangan Kebakaran dan Bencana.

J-Alert adalah sistem berbasis satelit yang memungkinkan pemerintah daerah mengirimkan pesan peringatan langsung ke media dan warga setempat.

Teknologi J-Alert mengusung sistem, yaitu Earthquake Early Warning (EEW) yang setiap saat dapat muncul di notifikasi smartphone, membuat masyarakat Jepang bisa mengantisipasi situasi darurat akibat gempa.

Terbukti kehadiran J-Alert membuat masyarakat Jepang lebih siap. Tengok saja saat terjadi gempa yang mengguncang Prefektur Ishikawa (3/1/2024).

Gempa yang mengguncang 7,4 skala richter ini seharusnya sangat mungkin bisa menghancurkan warga di sana.

Namun melansir berita dari beberapa sumber setempat, korban tewas disana tidak lebih dari 100 orang. Korban luka juga tidak lebih banyak dari gempa yang melanda Jepang pada 2011 yang hampir mencapai 20 ribu orang tewas.

Selain memiliki J-Alert, Jepang juga berusaha membuat wilayah yang terdampak oleh gempa tetap tercover oleh layanan telekomunikasi.

Baca Juga: Ini Caranya Aktifkan Notifikasi Gempa Bumi di Smartphone Seperti J-alert di Jepang

Hal itu, tercermin dalam pemanfaatan layanan Starlink. Untuk diketahui, Starlink, layanan internet dan komunikasi melalui satelit yang dioperasikan oleh Space X, membuktikan sebagai penyelamat di tengah gempa bumi yang melanda Jepang.

Laporan Kyodo News (19/1/2024), petugas penyelamat dan penduduk di Semenanjung Noto, Jepang tengah yang dilanda bencana, semakin banyak yang beralih ke layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk, karena gempa berkekuatan 7,6 skala Richter yang melanda pada hari tahun baru merusak infrastruktur komunikasi dan layanan tetap terganggu.

Operator telekomunikasi Jepang KDDI Corp, yang telah bekerjasama dengan Starlink, menawarkan 550 router Starlink ke tempat penampungan, kantor pemerintah, dan tim bantuan medis bencana yang beroperasi di wilayah tersebut.

Wajima, Prefektur Ishikawa, salah satu daerah yang terkena dampak paling parah, 300 petugas pemadam kebakaran mulai menggunakan layanan tersebut untuk operasi penyelamatan mereka.

“Ini sangat membantu karena kami sekarang dapat mengetahui apa yang dilakukan petugas penyelamat lainnya dan apa yang coba dilakukan oleh pemerintah pusat,” kata salah satu petugas pemadam kebakaran. Layanan Starlink juga tersedia bagi 350 pengungsi di sebuah sekolah dasar di Suzu, Ishikawa.

Kesiapan Jepang dalam mengantisipasi bencana, terutama gempat bumi yang bisa sangat merusak, tentu saja dapat dicontoh oleh Indonesia.

Banjir bandang yang menerjang kawasan Sukabumi, Jawa Barat

Pasalnya, seperti halnya Jepang, karena terletak di kawasan Pacific Ring Of Fire (Cincin Api Fasifik), Indonesia pun rawan dengan bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan tanah longsor.

Selama ini jika terjadi bencana alam, pemerintah dan stake holder lainnya seolah berjalan sendiri-sendiri. Operator selular misalnya dalam masa tanggap bencana, juga langsung bertindak.

Seperti yang terjadi di Sukabumi belum lama ini, operator merespon banjir dan tanah longsor yang menyebabkan kerusakan parah dan penderitaan masyarakat setempat.

Indosat misalnya, menyalurkan berbagai bantuan kepada para korban bencana mulai dari makanan siap saji, kebutuhan ibu dan anak, air mineral, perlengkapan tidur, serta bantuan medis untuk pertolongan pertama.

Bantuan yang dilakukan Indosat layak diapresiasi. Namun yang terpenting, seperti halnya operator Jepang, operator di Indonesia perlu bekerjasama.

Terutama mempercepat pemulihan jaringan backhaul stasiun pangkalan selular di wilayah yang terkena bencana.

Seperti hal Jepang, pemanfaatan layanan Starlink juga dapat dicontoh oleh pemerintah Indonesia. Terutama jika bencana tersebut melanda daerah 3T (Terluar, Terdepan, Teringgal). Apalagi layanan komunikasi berbasis satelit itu, sudah hadir di Indonesia sejak Mei 2024.

Baca Juga: Tiru Jepang, Kominfo Bakal Siarkan Darurat Bencana di Siaran Digital

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online