TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto mengatakan isu pemotongan tunjangan hari raya atau THR di rumah sakit-rumah sakit milik Kementerian Kesehatan perlu segera dicarikan solusi. Karena, menurut dia, pemotongan tidak sejalan dengan transformasi kesehatan di bidang sumber daya manusia kesehatan.
Edy mengungkapkan sebelumnya sudah ramai di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang, masalah pemotongan remunerasi hingga THR. Sekarang masalah serupa timbul di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta. Di RSUP Dr Kariadi, kata dia, tenaga kesehatan pada 17 Maret lalu hanya mendapatkan 50 persen dari tunjangan kinerja yang seharusnya.
"Hal yang lebih menyedihkan terjadi kepada tenaga kesehatan di RSUP Dr Sardjito karena hanya menerima THR sebesar 30 persen saja," kata dia dalam keteranganya seperti dilansir dari Kantor Berita Antara, Rabu, 26 Maret 2025. "Padahal jumlah mereka ini paling banyak di setiap fasilitas kesehatan. Artinya mereka adalah motor dari layanan kesehatan.".
Edy menuturkan pemotongan remunerasi bahkan terjadi sejak Agustus lalu. Dia pun mengumpulkan informasi terhadap kejadian di Yogyakarta serta membaca keluhan serupa dari beberapa tenaga kesehatan di berbagai rumah sakit. “Ini menjadi hal yang serius dan harus segera direspon sebelum hari raya Idul Fitri,” kata dia.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2022 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 335 Tahun 2024, remunerasi bagi pegawai Badan Layanan Umum (BLU) rumah sakit merupakan hak yang diberikan sebagai alat motivasi pegawai.
"Prinsip-prinsip keadilan, proporsionalitas, kesetaraan, kepatutan, dan kinerja harus menjadi dasar dalam sistem penggajian di rumah sakit, bukan justru diabaikan," ujar Edy.
Edy memahami besar kecilnya remunerasi berkaitan dengan pendapatan rumah sakit. Hal ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Nomor Hk.02.02/D/286/2025 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Pegawai, dan Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Rumah Sakit di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Artinya, naik turunnya remunerasi yang tergantung pendapatan rumah sakit ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada tenaga kesehatan. Edy meminta Kementerian Kesehatan segera turun tangan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sebelumnya Direksi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berjanji mengevaluasi kembali besaran THR yang saat ini diberikan hanya sebesar 30 persen bagi karyawan rumah sakit itu. "Yang penting itu kalau pendapatan naik, ya, pastilah kita memberikan persentase lebih banyak," ujar Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito Eniarti usai audiensi dengan perwakilan karyawan di Gedung Diklat RSUP Dr Sardjito, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 25 Maret 2025.
Audiensi digelar merespons aksi damai ratusan tenaga kesehatan dan administrasi rumah sakit itu yang memprotes besaran THR yang cair hanya 30 persen dari besaran insentif mereka. Eniarti menyatakan akan melakukan simulasi ulang terhadap pemberian THR dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan rumah sakit.
Dia menjelaskan bahwa rumah sakit telah menyalurkan hak dasar karyawan, yaitu gaji secara penuh. Namun, pemberian insentif, termasuk THR, bergantung pada sistem remunerasi yang diterapkan dan kondisi keuangan rumah sakit. "Yang hak 100 persen itu adalah gaji. Gaji itu sudah kita berikan 100 persen. Sekarang yang dituntut itu kan adalah insentifnya," ujar dia.
Angka 30 persen THR tersebut, ujar Eniarti, berasal dari aturan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan untuk rumah sakit yang menerapkan sistem fee for service. "Jumlah 30 persen itu sudah ada aturan," ujar dia.
Direksi, kata Eniarti, tidak bisa menyamaratakan pemberian THR karena setiap karyawan memiliki perbedaan posisi dan tanggung jawab. Menurutnya kebijakan pemberian insentif harus memperhatikan griding pegawai agar tidak menciptakan ketimpangan yang terlalu jauh.
Perwakilan tenaga kesehatan, dr. Bhirowo Yudo, menyampaikan bahwa aksi yang dilakukan merupakan bentuk solidaritas persaudaraan sesama pegawai. Menurut dia karyawan hanya berharap ada kejelasan dan perbaikan kebijakan, terutama karena perbandingan persentase THR dengan tahun sebelumnya terasa cukup njomplang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini