TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Studi Hukum Konstitusi Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) mengatakan DPR bisa mencopot sejumlah petinggi lembaga negara lewat ketentuan tambahan dalam revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
"Kewenangan tersebut secara tidak langsung memberikan kewenangan tambahan kepada DPR untuk melakukan evaluasi berkala yang tidak mustahil berujung pada pencopotan/pemberhentian," kata peneliti PSHK UII Yuniar Riza dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 6 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu berlaku untuk pimpinan pejabat lembaga negara yang diajukan, disetujui, atau diberikan pertimbangan oleh DPR. Pejabat lembaga negara itu, kata Yuniar, yakni pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga hakim Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketentuan yang memicu kontroversi itu terdapat di dalam Pasal 228 A Revisi Peraturan DPR tentang Tatib, yang berbunyi:
ayat (1): dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 Ayat 2, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR; dan
ayat (2): hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 bersifat mengikat dan disampaikan oleh Komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Yuniar mengatakan tambahan kewenangan DPR tersebut telah mengeliminasi prinsip pembatasan kekuasaan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi dan mandat reformasi. Kewenangan tambahan tersebut, kata dia, merupakan kegagalan DPR dalam memahami sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Menurut dia, fungsi pengawasan DPR seharusnya cukup dilakukan dengan mekanisme check and balances yang selama ini dilakukan melalui rapat dengar pendapat dan sejenisnya. "Revisi Peraturan DPR tentang Tatib merupakan pelampauan kewenangan atau bahkan abuse of power yang inkonstitusional," ujarnya.
Pasalnya, kata dia, dalam konstitusi DPR hanya punya kewenangan untuk mengajukan, menyetujui dan memberikan pertimbangan kepada calon pejabat indepeden tertentu bukan untuk mengevaluasi atau bahkan mencopotnya.
Sebelumnya, tambahan kewenangan itu diatur dalam revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang disahkan dalam rapat paripurna di gedung parlemen, Jakarta Pusat, pada Selasa, 4 Februari 2025.