Jakarta -
Sebuah perusahaan di Tiongkok baru-baru ini ramai dibicarakan netizen, Bunda. Bukan tanpa alasan, perusahaan ini mendapat kecaman setelah menerapkan kebijakan yang mengancam akan memberhentikan karyawan yang masih lajang serta bercerai atau gagal menikah pada bulan September 2025.
Kebijakan ini diterapkan oleh Shuntian Chemical Group di Provinsi Shandong, China. Kebijakan ini dengan cepat langsung ditarik usai membuat publik marah.
Melansir dari laman SCMP, perusahaan kimia ini telah mempekerjakan lebih dari 1.200 orang. Pada tahun 2001, perusahaan ini menjadi salah satu dari 50 perusahaan teratas di kota Linyi.
Sebelumnya, pada bulan Januari, Shunian Chemical Group meluncurkan kebijakan yang menargetkan karyawan berusia 28 hingga 58 tahun mereka untuk 'menikah dan menetap' pada bulan September.
Mereka yang belum menikah pada bulan Maret diharuskan menyerahkan surat kritik diri. Sedangkan karyawan yang masih lajang pada bulan Juni harus menjalani evaluasi.
Menilik dari laman The Economic Times, perusahaan juga memperingatkan bahwa karyawan yang tidak berhasil memenuhi tenggat waktu tersebut akan segera diberhentikan.
Untuk membenarkan kebijakan tersebut, perusahaan mengutip nilai-nilai tradisional Tiongkok dengan menyatakan:
"Tidak menanggapi seruan pemerintah untuk meningkatkan angka pernikahan adalah tindakan tidak loyal. Tidak mendengarkan orang tua bukanlah tindakan berbakti. Membiarkan diri Anda melajang bukanlah tindakan yang baik. Gagal memenuhi harapan kolega Anda adalah tindakan yang tidak adil".
Reaksi publik dan pemerintah
Kebijakan ini langsung memicu amarah dan para kritikus pun mengecamnya sebagai kebijakan yang invasif serta diskriminatif, Bunda. Pada 13 Februari, Biro Sumber daya Manusia dan Jaminan Sosial setempat menginspeksi perusahaan tersebut.
Setelahnya, kebijakan itu pun dicabut dalam waktu satu hari. Perusahaan juga memastikan tidak ada karyawan yang dipecat karena status perkawinannya.
Pakar hukum juga mengecam tindakan ini dan menyebutnya inkonstitusional. Profesor di Fakultas Hukum Universitas Peking, Yan tian, mengatakan kepada The Beijing News bahwa kebijakan tersebut melanggar hak untuk menikah secara bebas.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan Tiongkok, perusahaan tidak boleh mempertanyakan pelamar kerja mengenai rencana pernikahan atau kelahiran anak mereka, meskipun praktik seperti itu masih tersebar luas.
Tidak hanya pakar dan pemerintahan, pengumuman ini juga memicu perdebatan sengit di dunia maya. Salah seorang pengguna media sosial pun turut membagikan rasa marahnya.
"Perusahaan gila ini harus mengurus bisnisnya sendiri dan menjauhi kehidupan pribadi karyawannya," katanya.
"Biarkan mereka terus maju dan memecat orang. Mereka yang terkena dampak bisa mengajukan arbitrase dan mendapatkan kompensasi yang besar," ujar netizen lainnya.
Kebijakan perusahaan ini mulai muncul ketika Tiongkok menghadapi penurunan tajam dalam angka pernikahan, Bunda. Pada tahun 2023, jumlah pernikahan turun menjadi 6,2 juta. Angka ini menurun sekitar 20,5 persen dari tahun sebelumnya, yakni sekitar 7,68 juta.
Meskipun demikian, negara ini mencatat 9,54 juta bayi baru lahir pada tahun 2024, yang merupakan kenaikan angka kelahiran pertama sejak tahun 2017.
Ahli demografi, He Yafu dari YuWa Population Research Institute, mengaitkan peningkatan tersebut dengan keluarga yang lebih memilih untuk memiliki anak di Tahun Naga.
Dalam upaya meningkatkan angka pernikahan, beberapa pemerintah daerah telah memberikan insentif. Di provinsi Shanxi, misalnya. Kota kini menawarkan hadiah sebesar 1.500 yuan atau sekitar Rp3,3 juta kepada pasangan yang menikah pertama kali sebelum berusia 35 tahun.
Demikian berita perusahaan China yang ancam pegawainya jika belum menikah sampai September 2025, Bunda. Semoga bisa bermanfaat, ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(mua/rap)