TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aria Bima mempertanyakan relevansi pemberian status daerah istimewa untuk Solo yang sedang diusulkan. Menurut dia, salah satu kota di Jawa Tengah itu tidak perlu lagi diistimewakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Solo sudah menjadi kota dagang, kota pendidikan, kota industri. Tidak ada lagi yang musti diistimewakan," kata politikus PDIP dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 26 April 2025.
Komisi II DPR, ujar Aria, belum tertarik untuk membahas usulan pemberian daerah istimewa tersebut. Dia mengatakan, hal itu bukanlah sesuatu yang mendesak untuk dibahas.
Aria mengungkapkan, pemberian status daerah istimewa juga perlu mempertimbangkan rasa keadilan bagi semua daerah di Indonesia. Salah satu yang perlu dipertimbangkan, kata dia, ihwal rekam jejak suatu kota yang diusulkan mendapat status daerah istimewa.
"Pengkajian mengenai daerah istimewa itu satu hal yang penting. Kami tidak gegabah hanya karena faktor-faktor tertentu," ucapnya.
Pembahasan usulan pemberian status daerah istimewa dibahas saat rapat kerja Komisi II DPR dengan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negri, Akmal Malik. Dia mengatakan ada enam wilayah yang mengusulkan untuk menjadi daerah istimewa. Salah satunya ialah Solo.
Bersamaan dengan itu, Akmal juga menyebutkan ratusan permintaan pembentukan daerah otonom baru (DOB). Namun, ia belum merinci daftarnya.
Adapun saat ini sudah ada dua provinsi di Indonesia yang menyandang status daerah istimewa. Pertama, ialah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang diatur melalui Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Bentuk keistimewaan DIY salah satunya perihal tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur yang diusulkan oleh Kesultanan maupun Kadipaten.
Kedua, Provinsi Aceh yang status keistimewaannya diatur melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Bentuk keistimewaan Aceh terletak pada penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada asas keislaman atau disebut dengan Qanun Aceh.