TEMPO.CO, Jakarta - PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) menghadapi konsekuensi hukum atas pembangunan pagar laut di perairan Bekasi, Jawa Barat, yang dinilai melanggar pemanfaatan ruang laut.
Meski telah disegel oleh dua kementerian, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 15 Januari 2025 serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada 30 Januari 2025, perusahaan hingga Selasa pekan ini belum melakukan pembongkaran pagar laut tersebut.
Kuasa hukum PT TRPN, Deolipa Yumara, mengungkapkan bahwa kliennya belum bisa melakukan pembongkaran karena area tersebut masih dalam status penyegelan. "Karena sedang disegel dan tak boleh ada kegiatan," ujarnya pada Ahad, 2 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, berdasarkan regulasi yang berlaku, PT TRPN tetap harus bertanggung jawab atas pelanggaran yang telah dilakukan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 mengatur berbagai sanksi bagi perusahaan yang melanggar pemanfaatan ruang laut, mulai dari teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin dan pemulihan kondisi lingkungan.
Pengakuan Pelanggaran dan Konsekuensi yang Dihadapi
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) KKP, PT TRPN telah mengakui adanya pelanggaran terkait pemanfaatan ruang laut tanpa izin yang sah. Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto, menyatakan bahwa pelanggaran ini mencakup luas lebih dari 76 hektare.
Pemenuhan panggilan PT TRPN dalam menjalani pemeriksaan lanjutan pada akhir Januari 2025 juga telah disampaikan oleh Doni. Namun, ia masih harus melakukan pemeriksaan dahulu dengan tim Polus. "Saya harus cek dulu hasil pemeriksaan TRPN sama tim Polsus," ujarnya.
Selain denda administratif yang masih dalam tahap perhitungan, PT TRPN diwajibkan membongkar pagar laut serta mengembalikan kondisi perairan Bekasi seperti semula. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, pagar laut tersebut tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berisiko tinggi terhadap ekosistem dan akses nelayan.
"Mereka harus bertanggung jawab, ini tidak boleh, laut seluas ini ada pagar, risikonya tinggi," tegas Hanif saat melakukan penyegelan pada 30 Januari 2025.
Alasan di Balik Pembangunan Pagar Laut
Kuasa hukum PT TRPN, Deolipa Yumara, menjelaskan bahwa pembangunan pagar laut tersebut awalnya merupakan bagian dari inisiatif perusahaan dalam menata Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pal Jaya. Ia mengklaim bahwa pemasangan pagar laut dilakukan atas permintaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menciptakan alur pelabuhan yang lebih baik.
"Ada inisiatif mungkin yang sifatnya dianggap menyalahi aturan. Memang kami melanggar, yaitu perusahaan atas permintaan Pemprov Jawa Barat yang meminta supaya dibikin alur laut," ungkap Deolipa.
Meskipun demikian, regulasi tetap harus ditegakkan. KKP menegaskan bahwa kepatuhan terhadap hukum menjadi prioritas utama, dan pengenaan sanksi administratif tidak berarti melegalkan kegiatan reklamasi yang telah dilakukan tanpa izin sebelumnya.
Pembongkaran Pagar Laut, Tanggung Jawab Siapa?
Salah satu poin utama dalam kasus ini adalah kewajiban pembongkaran pagar laut yang seharusnya dilakukan oleh PT TRPN sendiri. Pemerintah menegaskan bahwa negara tidak akan menanggung biaya pembongkaran atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak swasta.
"Proses penegakan aturan sedang berjalan, dan ini jelas siapa yang punya. Masak negara juga yang tanggung semua kalau ada bongkaran," ujar Doni Ismanto.
Meski PT TRPN beralasan bahwa pagar laut tidak bisa dibongkar karena masih dalam status penyegelan, KKP dan KLH menegaskan bahwa tanggung jawab utama tetap berada di tangan perusahaan. Penyegelan dilakukan untuk memastikan tidak ada kegiatan reklamasi ilegal yang berlangsung, bukan sebagai alasan untuk menunda kewajiban pembongkaran.
Saat ini, PT TRPN masih dalam proses penghitungan nilai investasi sebagai dasar penentuan sanksi denda administratif. Hasil akhir dari perhitungan ini dijadwalkan akan disampaikan pada hari ini 6 Februari 2025.
Novali Panji Nugroho, Intan Wahyuningtyas dan Sapto Yunus turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Fakta-fakta Pagar Laut di Bekasi yang Belum Juga Dibongkar